PALU, MERCUSUAR – Kebijakan Inspektorat Kabupaten Sigi yang melarang sekolah-sekolah dasar di daerah itu untuk berlangganan koran sangat disayangkan. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Tadulako, Dr Slamet Riyadi Cante mengatakan membaca koran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan wawasan peserta didik dan guru itu sendiri.
“Olehnya itu, jika regulasi yang melarang langganan koran pada level sekolah dasar, maka patut dipertanyakan komitmennya terhadap peningkatan SDM (sumber daya manusia). Sebab, dengan ketersediaan koran secara tidak langsung akan menumbuhkan minat baca,” kata mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untad ini, Rabu (4/4/2018).
Senada dengan Pengamat Komunikasi dari Untad, Dr Achmad Herman. Menurutnya, kebijakan Inspektorat tersebut perlu dipikirkan kembali karena institusi pendidikan perlu mendapatkan banyak informasi dari media massa, termasuk media cetak seperti koran atau surat kabar.
Dikatakan, informasi mengenai pendidikan bisa diperoleh dari mana saja, termasuk media cetak. “Kita harus memahami bahwa konsep “pendidikan” bukanlah semata informasi yang berisi tentang kegiatan di institusi pendidikan seperti SD hingga SMA. Media massa juga dituntut oleh UU Pers No 49/1999 untuk memberikan informasi yang bersifat mendidik. Karena pendidikan itu tidak hanya tanggung jawab lembaga formal, melainkan lembaga informal juga harus berperan aktif seperti media cetak,” jelasnya panjang lebar.
Pendidikan juga bukan semata bersifat normatif, tetapi pendidikan juga secara luas mencakup berbagai aspek, misalnya pendidikan politik, literasi media, hingga pendidikan yang bersifat membangun karakter. “Kita tidak bisa menutup mata bahwa hingga saat ini, media cetak telah berkontribusi besar dalam memberitakan tentang fenomena atau peristiwa pendidikan, misalnya Ujian Nasional atau yang lainnya. Media cetak juga berfungsi sebagai sarana komunikasi massa yang masih efektif dalam mempromosikan nilai-nilai pendidikan,” tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, Inspektorat Kabupaten Sigi melarang SD berlangganan koran maupun media cetak lainnya.
Inspektur Inspektorat Sigi Endro Setiawan, Senin (2/4/2018), mengatakan larangan tersebut didasari dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 26 tahun 2017 tentang perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017 terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Walaupun dalam aturan tersebut tidak menyebutkan larangan SD untuk berlangganan koran.
“Jadi dalam peraturan itu hanya tercantum yang boleh berlangganan koran adalah SMP hingga SMA, sedangkan SD tidak tercantum boleh atau tidaknya berlangganan koran. Jadi prinsip kami selagi itu tidak ada dalam aturan, ya jangan dibuat. Makanya kami melarang SD berlangganan koran kalau menggunakan dana BOS,” ujar Endro.
Menurutnya, untuk SMP dan SMA pun boleh berlangganan koran jika koran yang bersangkutan memiliki rubrikasi pendidikan dan terkait langsung dengan pelajar maupun para guru. “Jadi kalau misalkan koran harian, tapi rubrik pendidikannya hanya seminggu sekali, tetap tidak bisa. Dia harus setiap hari dan harus ada keterkaitan, misalnya artikel tentang mata pelajaran. Jangan hanya berita,” ujarnya.
Endro mengakui tim auditor Inspektorat yang turun memeriksa ke SD memang melarang SD berlangganan koran, meski dalam Permendikbud tidak dinyatakan secara jelas bahwa SD memang dilarang berlangganan. “Kalau tidak ada dalam aturan, kenapa dilakukan? Tentu kami melarang SD berlangganan karena kami mengacu pada aturan yang berlaku. Kami tidak melihat di daerah lain, yang pasti di daerah kami di Sigi, kami melarang SD berlangganan koran jika menggunakan dana BOS. Kalau tidak pakai dana BOS, silahkan saja,” tutupnya. DAR