PT Mamuang Dinilai Belum Layak Terima ISPO

PALU, MERCUSUAR – Manajer Kajian dan Pembelaan Hukum, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng), Mohammad Hasan, menegaskan bahwa sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dimiliki PT. Mamuang, Group Astra Agro Lestari (AAL), patut dipertanyakan.
Menurutnya, sejak PT Mamuang berdiri di Pasangkayu Tahun 1992, sering terjadi konflik. Seharusnya, hal ini menjadi acuan layak tidaknya PT Mamuang diberikan sertifikat ISPO. Karena dalam ISPO sangat jelas, bahwa perusahaan harus menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Azasi Manusia (HAM) di masyarakat.
“Patut kemudian dipertanyakan seperti apa PT Mamuang menaati ISPO tersebut. Pihak ISPO pun kami nyatakan abai terhadap tindakan-tindakan PT Mamuang yang kerap berkonflik dengan warga sekitar. Cabut saja ISPO, karena perannya tidak maksimal,” katanya saat konferensi pers, di Kantor Walhi Sulteng belum lama ini.
Hasan pun mempertanyakan sikap Pemda Donggala yang sama sekali tidak mengetahui atau pun berempati terhadap kriminalisasi terhadap empat petani sawit yang dilakukan oleh PT Mamuang.
“Keempat petani ini adalah warga Desa Polanto Jaya, Kecamatan Rio Pakava. Setidaknya Pemda Donggala berempati terhadap kasus hukum yang menjerat keempat petani ini. Hingga saat ini, Pemda Donggala tidak menunjukkan hal itu,” katanya.
Selain itu, kata Hasan, dalam proses persidangan keempat petani tersebut di PN Pasangkayu, ada beberapa fakta hukum diabaikan oleh hakim.
“Dalam persidangan saksi jaksa tidak pernah mengetahui tempus atau waktu kejadian perkara. Keterangan ahli yang dihadirkan jaksa, hanya berdasarkan ukuran luas lahan dari PT Mamuang dan hanya berdasarkan Google Maps,” katanya.
“Seharusnya yang diperlihatkan dalam sidang adalah akta otentik, yaitu HGU PT Mamuang, bukan berdasarkan Google Maps. Kami sudah mengingatkan kepada Jaksa melalui hakim agar diperlihatkan HGU tersebut, tapi tidak pernah diperlihatkan hingga putusan dikeluarkan,” imbuh Hasan.
Selain itu, kata dia, Polres Pasangkayu saat menetapkan keempat petani Polanto Jaya sebagai tersangka kasus pencurian sawit, tidak pernah melihat HGU PT Mamuang.
“Seberapa luas lahan PT Mamuang, dan seberapa luas lahan warga, ini tidak pernah dilihat oleh pihak kepolisian saat menetapkan keempat petani Polanto Jaya melakukan aksi pencurian sawit,” katanya.
Hasan juga menyayangkan, persidangan harus dilakukan di Pengadilan Negeri Pasang Kayu. “Padahal keempat tersangka dan locus atau tempat kejadian perkara berada di Dusun Polanto Jaya, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala. Keempat tersangka ini memiliki surat kepemilikan tanah dan kerap membayar pajaknya di Kantor Kecamatan Rio Pakava. Fakta ini tidak pernah dilihat juga,” katanya.
“Oleh karena itu, kami menegaskan kembali bahwa Walhi Sulteng kemungkinan besar akan melakukan upaya hukum banding. Yang jelas, warga Polanto Jaya saat ini sangat kecewa dengan keputusan PN Pasang Kayu,” katanya. BOB

Pos terkait