BESUSU BARAT, MERCUSUAR – Dalam sidang praperadilan dengan pemohon Edi Hasan dan termohon Polresta Palu, saksi ahli hukum pidana, Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H, yang dihadirkan dalam sidang tersebut menilai, bahwa dugaan sengketa lahan di Jalan Cut Nyak Dien, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, bukan sengketa perdata, melainkan perkara pidana.
“Saya berpendapat, bahwa sengketa keperdataan tidak ada, karena masing-masing pemilik punya sertifikat hak milik dan surat ukur, artinya ini bukan sengketa perdata,” ungkap guru besar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu, usai persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Senin (3/2/2025).
Dalam proses persidangan yang dipimpin Saiful Brow itu, Mudzakkir berpendapat bahwa dalam sengketa itu, batas tanah telah jelas dan diakui Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam surat ukur, kemudian jika ada pihak yang melampaui batas tersebut dalam membangun, maka hal itu masuk ke dalam perkara pidana atau bisa disebut penyerobotan.
“Jadi kalau dibilang ini tidak ada bukti-bukti dan harus dihentikan, tidak bisa diterima. Kalau perkara ini masuk perdata, juga tidak bisa diterima” jelasnya.
Sementara, perwakilan tim kuasa hukum pemohon, Gaspar M. Lamapaha menambahkan, pihaknya tetap mengikuti proses persidangan yang sementara berlangsung.
“Intinya kami tetap pada permohonan praperadilan yang menyatakan bahwa SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang diterbitkan itu cacat hukum,” jelasnya.
Pihaknya tetap optimis, apa yang telah didalilkan dapat dibuktikan pada persidangan praperadilan itu.
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum pemohon menghadirkan saksi dari ATR/BPN Palu yakni Rexi Tandi dan Moh. Kasim. Dalam kesaksian, keduanya mengungkapkan telah melakukan pengembalian batas tanah ke sertifikat awal yang telah disepakati oleh kedua pihak dan pihak terkait lainnya.
Hasilnya, tidak terjadi tumpang tindih sertifikat, namun ada kelebihan penguasaan tanah. Hasil pengembalian batas tersebut juga telah diserahkan kepada penyidik. AMR