PALU, MERCUSUAR – Setelah berhasil meraih medali emas di Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tingkat Provinsi Sulawesi Tengah. Sejumlah siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 1 Palu, yang merupakan tim pembuat film pendek yang meraih juara satu pada FLS2N tingkat provinsi tersebut, akan mewakili Sulteng dikategori film pendek, pada FLS2N tingkat nasional yang akan dilaksanakan akhir Agustus mendatang, di Provinsi Nangroe Aceh Darussallam.
Salah seorang siswa yang terlibat dalam produksi film tersebut, Arsil Mujahidin mengatakan, untuk lomba film pendek pada FLS2N tahun ini, diberi tema mengenai kebudayaan. Untuk itu, sejak beberapa bulan lalu, dirinya bersama beberapa orang siswa lainnya telah bertekad mengikuti lomba tersebut.
“Selama beberapa bulan kami melakukan riset untuk mengangat suatu cerita, yang akan dibuatkan menjadi film pendek nantinya. Setelah itu, ada salah seorang siswa yang merupakan penulis naskah film tersebut, mencoba menawarkan idenya dan ternyata kami semua sepakat dengan ide tersebut, lalu mulai dibentuk tim untuk produksi film tersebut,” katanya, Rabu (2/7/2018).
Produksi film pendek yang berdurasi enam menit tersebut, kata dia, memakan waktu yang cukup panjang yaitu selama empat bulan. Ada beberapa kendala dalam proses produksi, salah satunya padatnya jam belajar di sekolah. Selain itu, proses pengambilan gambar pun beberapa kali harus diulangi karena belum sesuai dengan konsep.
Penulis naskah film pendek tersebut, Vanesa, mengatakan, film pendek tersebut berjudul Bahasa Ibu. Film yang berdurasi sangat pendek tersebut kata dia, menceritakan kisah seorang anak yang kedua orang tuanya suku Kaili merupakan orang asli Palu. Namun, anak tersebut tidak tahu berbahasa Kaili.
“Akhirnya, suatu ketika ibunya meninggal dunia, tetapi meninggalkan surat wasiat untuk anak tersebut, surat itu dia temukan di dalam lemari sang ibu. Surat wasiat tersebut ditulis dengan berbahasa Kaili, sehingga anak tersebut tidak bisa mengetahui apa isi surat tersebut. Setelah itu, dia meminta bantuan temannya untuk mengartikan isi surat tersebut. Ternyata, isi surat tersebut mengatakan bahwa sang ibu mandul,” jelasnya.
Konflik mulai terjadi, kata dia, sang anak sangat menyesal, karena selama ini tidak mempalajari bahasa Kaili dalam keseharian. Lanjutnya, begitulah cerita yang coba diangkat dalam film pendek tersebut.
Menurutnya, kisah tersebut terinspirasi dari kenyataan yang didapatkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Kisah ini, kata dia, banyak terjadi di lingkungan sekitar. Sebab, dengan kemajuan teknologi dan pengaruh budaya luar, para remaja lebih bangga mempelajari bahasa orang asing dari pada bahasa leluhurnya. UTM