Oleh: Mohammad Sairin
(Staf Pengajar Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Datokarama)
Beberapa hari yang lalu saya berupaya mengumpulkan terjemahan dan padanan kata untuk kalimat “marilah kita kuliah di UIN Datokarama” dalam bahasa-bahasa daerah di Sulawesi Tengah. Ini saya lakukan sebagai upaya untuk sosialisasi penerimaan mahasiswa baru UIN Datokarama tahun 2022. Di luar dugaan saya, saya berhasil menemukan terjemahan atau padanan kalimat tersebut dalam 39 (tiga puluh sembilan) bahasa daerah di Sulawesi Tengah. Jumlah ini masih sedikit, sebab masih banyak bahasa daerah yang belum saya peroleh datanya. Ini menunjukan begitu pluralnya masyarakat Sulawesi Tengah. Namun, di sisi lain saya menemukan fenomena tergerusnya atau kemunduran penggunaan bahasa daerah di kalangan anak muda. Banyak informan saya yang berumur antara 20an sampai 30an tahun tidak lagi benar-benar menguasai bahasa daerahnya. “saya kurang lancar menggunakan bahasa daerah, saya tanya sama orang tuaku dulu” atau “Saya tanya sama orang tua dulu bagaimana terjemahannya yang tepat”. Kira-kira begitulah kata-kata mereka ketika berkomunikasi dengan mereka via telepon genggam. Kondisi ini sungguh ironis, bukan tidak mungkin di masa mendatang akan banyak bahasa daerah di Sulteng akan mengalami kepunahan. Mengingat beberapa bahasa daerah memiliki jumlah penutur yang sedikit.
Ragam Bahasa Daerah di Sulteng
Sulawesi Tengah adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan bahasa. Bahkan untuk Pulau Sulawesi, Sulawesi Tengah menduduki urutan pertama untuk keragaman etnis dan bahasa. Ahli linguistik pada umumnya mengelompokkan lima rumpun bahasa di Sulawesi Tengah, meliputi Rumpun Bahasa Gorontalo, Rumpun Bahasa Tomini-Tolitoli, Rumpun Bahasa Kaili-Pamona, Rumpun Bahasa Saluan-Banggai dan Rumpun Bahasa Bungku-Tolaki. Termasuk dalam Rumpun Bahasa Gorontalo adalah Bahasa Buol, sementara Rumpun Bahasa Tomini-Tolitoli, menurut Nicolaus Himmelman meliputi bahasa Totoli/Tolitoli, Dondo, Dampal, Dampelas, Balaesang, Pendau, Tialo, Lauje, Tajio, Bolano, Taje dan Ampibabo-Lauje. Sementara Rumpun Bahasa Kaili-Pamona meliputi Bahasa Kaili, Moma (Kulawi), Uma, Tawailia/Sedoa, Napu, Besoa, Bada dan Pamona. Rumpun Bahasa Saluan-Banggai mencakup Bahasa Saluan, Banggai, Balantak, Andio dan Bobongko. Adapun Rumpun Bahasa Bungku-Tolaki di Sulawesi Tengah antara lain mencakup Bahasa Mori, Bungku, Koroni dan Menui.
Jumlah bahasa di Sulawesi Tengah lebih banyak lagi jika dihitung berdasarkan dialek atau varian bahasa. Misalnya Bahasa Kaili memiliki belasan dialek, yaitu: Rai, Kori/Raio, Tara, Ta’a, Doi, Ledo, Ija, Taa, Ado, Edo, Inde, Da’a, Unde, Ndepu’u, Ende, Tado (Lindu). Bahasa Uma di Kulawi Selatan dan Pipikoro memiliki enam dialek, yakni: Dialek Kantewu, Kulawi/Pipikoro Selatan, Tolee’, Tobaku, Winatu, dan Tori’untu. Sementara itu, Bahasa Pamona dapat dipetakan menjadi dua bagian, yakni Bahasa Pamona Pusat (heartland), terdiri dari 4 dialek: (1) Bare’e Poso, (2) Bare’e Poso-Tojo/Ampana dengan sub dialek Togean, (3) dialek selatan (Are’e dan Ae’e), (4) dialek Timur (Ta’a), sedangkan Bahasa Pamona Pinggiran (Peryphery), meliputi 9 dialek: (1) Lalaeo (Aunde’e, Unde’e, Nde’e), (2) Rapangkaka (Aria), (3) Laiwonu (Iba), (4) Batui (baha), (5) Sinohoan (Daido, Ido, Idore’e), (6) Tobau (Bae), (7) Topada (Nde’e/Unde’e), (8) Tokandidi (Dore’e), (9) Tombelala (Baria). Adapun Bahasa Mori memiliki lima dialek: (1) Dialek Mori Atas, dengan sub dialek: Molio’a, Doule, Wulanderi, Lolonggoio, Olota, Kolokolo, Molongkuni, Impo, Ulu’uwoi, Tambe’e (2) Dialek Mori Bawah, dengan sub dialek: Watu/Towatu, Bahano, Mo’iki, Ngusumbatu, Roda, Petasia, Kangua, Soroako dan Karonsi’e (Soroako dan Karosi’e di Sulawesi Tenggara), (3) Dialek Padoe, (4) Dialek Bahonsuai dan (5) Dialek Tomadino. Sementara Bahasa Bungku, memiliki 6 dialek: (1) Dialek Bungku, (2) Dialek Torete, (3) Dialek Waia, (4) Dialek Tulambatu, (5) Dialek Landawe, dan (6) Dialek Routa (di Sulawesi Tenggara)
Terancam Punah
Ancaman kepunahan bahasa daerah di Sulawesi Tengah, bukan isapan jempol belaka. Bahasa Kaili dialek Ende misalnya, dahulu pernah digunakan di daerah Pewunu, Kec. Dolo Barat. Namun sekarang bahasa tersebut tidak lagi digunakan. To Po (Orang)Ende kini beralih menjadi pengguna bahasa Kaili dialek Ledo yang merupakan bahasa dominan digunakan di wilayah tersebut, kira-kira sejak tahun 1980an. Selain Bahasa Kaili dialek Ende, Pak Atman Givulando, Sekretaris Dewan Hadat Kabupaten Sigi menuturkan bahwa dahulu ada Bahasa Kaili dialek Do atau dialek Lando yang berbeda dengan dialek Ledo. Penutur Bahasa Lando saat ini hanya menyisakan satu orang saja di Dusun Raranggonau, Desa Pombewe.