Kelima, adalah posisi generasi baru Yahudi, khususnya Yahudi Amerika. Mereka tidak setuju dengan gagasan generasi tua yang menganggap Israel akan melindungi mereka dari genosida atau gelombang anti-semitisme lainnya.
Saat ini, generasi baru Yahudi tidak lagi mempercayai hal ini, dan sejumlah besar dari mereka telah bergabung dengan gerakan solidaritas terhadap Palestina.
Kehancuran Israel
Seorang analis ekonomi senior Israel Gad Loir baru-baru ini menulis di sebuah surat kabar Israel, Yadioth Ahronoth dengan meyatakan bahwa ekonomi Israel “ambrol” hingga ke titik terendah dan ini belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Sementara media lainnya, Time of Israel mengutip data informasi bisnis negara itu, menyatakan bahwa sedikitnya 60 ribu bisnis di wilayahnya tutup sejak awal 2024. Sementara ribuan bisnis lainnya bertahan dalam keadaan merugi, tanpa mengetahui sampai kapan mereka bisa bertahan di tengah kekacauan negerinya.
Bisnis yang paling merasakan keterpurukan adalah wisata dan transportasi, khususnya penerbangan. Banyak penerbangan dari dan ke Bandara Ben Ghurion, Tel Aviv dan ke beberapa kota lainnya dihentikan atau ditunda tanpa batas waktu yang jelas.
Sementara pariwisata nyaris lumpuh total akibat perang. Hal itu berdampak pada bisnis kecil lainnya di sekitar daerah wisata. Rakyat Israel saat ini tidak tahu harus berbuat apa lagi, selain demo menuntut pemerintahannya agar segera menghentikan peperangan.
Jadi, kehancuran Israel saat ini bukan karena bencana alam, melainkan karena kekacauan dalam negeri, keterpurukan enonomi, perpecahan dan permusuhan internal, perginya warga masyarakat karena menganggap para pemimpinnya sudah tidak bisa lagi menjalankan roda pemerintahan, hingga meningkatnya permusuhan masyarakat internasional terhadap negara itu.
*Imaam Yakhsyallah Mansur adalah Pembina Jaringan Ponpes Al-Fatah se-Indonesia.