Haji Mabrur Tanpa Keluhan

Oleh: Muh. Amin Parakkasi

Haji Mabrur harus menjadi obsesi tertinggi bagi jemaah haji. Siapa saja yang berhasil meraih haji mabrur balasannya surga. “Tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur selain surga” (Sabda Nabi SAW. H.R. Bukhari).

Untuk menggapai haji mabrur maka perlu mengetahui perspektif keabsahan haji, yaitu

1. Haji Mardud ialah haji yang salah satu atau sebagian dari rukun dan syarat wajib haji tidak dilaksanakan, sehingga ibadah hajinya dianggap tidak sah. Karena tidak sah, maka tertolak.

2. Haji maqbul yaitu haji yang dapat diterima secara syariat, karena rukun dan syarat wajibnya telah dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.

3. Haji Mabrur yaitu selain terpenuhi rukun dan wajib haji, juga didasari keikhlasan dan ketaatan. Serta berdampak positif setelah pulang dari tanah suci ke tanah air.

Haji mabrur pasti maqbul. Tetapi haji maqbul belum tentu mabrur. Sementara Haji maqbul tapi tidak mabrur hanya menggugurkan kewajiban haji sesuai syarat dan rukun, tanpa penghayatan lebih jauh tentang jauh. Hanya sebatas prosedural  dan fisikal tanpa subtansi.

Untuk meraih haji mabrur, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.

1. Luruskan niat semata-mata karena Allah SWT

Melaksanakan haji karena kewajiban. Haji adalah kewajiban bagi umat manusia (umat Islam) karena Allah, yaitu seseorang yang mampu melaksanakan perjalanan ke Baitullah (Q.S.Ali-Imran: 97). Ayat ini menegaskan bahwa haji adalah kewajiban yang harus diniatkan semata-mata karena Allah SWT. Haji tidak boleh tercampuri oleh riya’ (ingin dilihat), sum’ah (ingin didengar), berbangga diri atau kesombongan. Harus dilaksanakan dengan tawadhu, tenang dan khusyu.

2. Takwa sebaik-baik bekal

Haji adalah amaliah zahir (fisik) yang harus selalu disertai dengan amaliah hati yang sebagai inti yang menjadi landasan atau fondasi. Amal fisik yang tidak disertai dengan amaliah hati ibarat tubuh tanpa nyawa.

Sebagaimana dimaklumi bersama, dinamika pelaksanaan ibadah haji begitu banyak problem. Walaupun berbagai pihak sudah mempersiapkan segala sesuatunya, baik penyelenggara (pemerintah dengan berbagai struktur),petugas, maupun jemaah haji sendiri. Dalam situasi inilah, dibutuhkan bekal pamungkas yang bisa mengatasi masalah, yaitu bekal takwa.

Dengan takwa, kita akan memiliki kekuatan untuk menghadapi masalah tanpa mengeluh. Bukankah kita hanya berharap kepada Allah sebagai tempat bergantung segala sesuatu. Hanya Allah-lah yang bisa memberikan kebagian hakiki.

Mengeluh tidak akan menyelesaikan persoalan, apalagi saat  genting yang dibatasi oleh waktu. Maka di situlah setiap jemaah harus memiliki kepasrahan maksimal, seraya bertekad menunaikan rangkaian ibadah haji dengan mengabaikan idealisme untuk mendapat pelayanan haji yang terbaik dari penyelenggara haji.

Biarkan lah evaluasi penyelenggaraan diserahkan kepada pihak yang berwenang, untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Kalau, toh, ada jemaah haji yang mengalami atau mengetahui masalah, silakan disampaikan kepada pihak yang terkait tanpa menyesali pelaksanaan ibadah haji. Jangan sesekali menyesal naik haji tahun ini. Tetaplah bersyukur, karena bisa menunaikan ibadah haji tahun ini.

Sementara bekal lainnya seperti materi (fisik, makanan, obat-obatan, perlengkapan penunjang kesehatan, panduan, pendampingan petugas, dan lain-lain) adalah bekal tambahan atau penunjang yang juga dibutuhkan. Tetapi, yang paling utama adalah bekal takwa.

Intinya, jangan hanya karena persoalan pelayanan haji, menjadikan ibadah haji jadi bermasalah. Bekal takwa juga dapat mendorong seseorang untuk menjadi jemaah haji mandiri.

3. Melaksanakan rukun, wajib dan sunnah haji secara sempurna, serta menghindari semua larangan ihram

4. Menjauhi semua perbuatan dosa, rafats, fasik, jidal (perbantahan)

5. Menggunakan biaya yang halal

Jika berhaji dengan dengan bekal yang haram, maka sama saja dengan melakukan perjalanan yang haram. Sehingga, sekalipun telah dianggap selesai melaksanakan seluruh rangkaian haji, namun hal itu bukan menjadi haji yang diterima.

6. Mengisi rangkaian ibadah haji dengan banyak berzikir, salat berjemaah, baca Al-Qur’an, dan lain-lain.

Ciri-ciri haji mabrur

Mengutip buku tuntunan manasik haji oleh Kementerian Agama RI, beberapa ciri haji mabrur adalah

1. Adanya peningkatan kualitas diri, dibandingkan dengan sebelum berhaji.

Kebaikan-kebaikan selama melaksanakan ibadah haji harus terus dipelihara dan dijaga sepanjang hidup. Selain itu, semangat kebaikan harus terus melekat di dalam jiwa, dengan intensitas kesalihan yang terus meningkat.

2. Menghiasi diri dengan amal kebaikan.

3. Mempertahankan kezuhudan dan menjaga hati.

Pengalaman zuhud harus terus diimplementasikan dengan hidup sederhana dan tidak gila dunia. Hati harus tetap bersih, suci, serta seluruh hidup tertuju pada kenikmatan akhirat.

4. Optimis dan berdoa atas kemabruran haji.

5. Menjadi teladan dalam kehidupan masyarakat.

Selalu menjaga keharmonisan hidup di tengah masyarakat, serta terus mengaktualisasikan kepatuhan seperti ketika patuh menjaga larangan ihram. Menjaga persahabatan, serta mengaha kelestarian alam. Perilaku hidup harus menjadi teladan bagi keluarga dan masyarakat.

Ya, Allah jadikanlah haji kami, haji mabrur. Allahummaj’alna hajjan mabrura. ***

Penulis adalah Ketua PW Muhammadiyah Sulteng, jemaah haji kloter BPN-12.

Pos terkait