Oleh: Nasrullah Muhammadong
Bertempat di ruang Vicon Fakultas Hukum Untad, BPM Fakultas Hukum menggelar diklat dengan tagline: Legislative Class. Acara yang diadakan selama 2 hari (24-25 Mei 2025) ini, mengundang narasumber, yaitu Leli Tibaka (Akademisi Fak. Hukum Untad), Mohamad Imam Darmawan (Anggota DPRD Kota Palu), Moh Fattur (Ketua BPM Fak. Hukum Untad), dan penulis sendiri. Di hari pertama, penulis diberi kesempatan untuk membawakan materi (dengan judul yang telah ditentukan), yaitu: Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Fakultas Hukum Melek Legislatif.
MELEK LEGISLATIF
Sebelumnya, apa itu melek? KBBI menerangkan arti melek, di antaranya: 1) insaf; 2) mengerti. Di kamus ini, juga diberikan contoh beberapa gabungan kata, seperti, melek aksara, melek digital, melek huruf, melek pemilu, melek politik dan melek teknologi.Lalu, bagaimana dengan makna melek legislatif? Di google translate, melek legislatif, diterjemahkan sebagai legislative literacy. Jadi, melek legislatif dapat dimaknai sebagai bentuk pemahaman fungsi legislatif, mengawasi kinerja legislatif, berpatisipasi dalam fungsi legislatif, dan mengkritisi produk hukum legislatif. Lalu, apa itu legislatif? Ini merujuk pada lembaga atau institusinya, DPR dapat dijadikan (sebagai) pendekatan kasus. DPR, sebagai lembaga legislatif, memiliki 3 fungsi, yaitu, fungsi pengawasan; fungsi anggaran; dan fungsi legislasi (fungsi membuat UU).
Kembali. Jika dikaitkan dengan judul yang saya bawakan tadi (yaitu Mahasiswa Hukum Melek Legislatif), berarti harus melek terhadap ketiga fungsi tadi. Namun, setelah ditimbang-timbang, obyeknya, tentu sangatlah luas. Dalam forum diklat tersebut, penulis mengajak peserta agar fokus saja terhadap salah satu fungsi DPR tadi. Misalnya, fungsi legislasi. Nanti diberi nama, mahasiswa melek legislasi (di samping melek legislatif, walaupun ini, sekali lagi, obyeknya sangatlah luas). Sekarang, mengapa melek legislasi mejadi pilihan? Ini tidak lepas dari trending-nya gerakan intelektual mahasiswa, di hampir seluruh Indonesia saat ini. Yaitu, aktivitas menguji produk hukum DPR yang bernama UU ke MK.
MELEK LEGISLASI
Kalau begitu, apa itu melek legislasi? Melek legislasi adalah kondisi seseorang memiliki 1) pengetahuan tentang proses legislasi di parlemen 2) keterampilan dasar untuk terlibat dalam proses legislasi, dan 3) mengkritisi hasil legislasi.
Sebelum membahas lebih jauh, kita bedakan dulu antara kata legislatif dan legislasi. Legislatif, sekali lagi, merujuk pada lembaga yang berwenang membuat UU (termasuk mengawasi pelaksanaannya). Dapat juga dikaitkan dengan aktornya, seperti ditulis: Si fulan anggota legislatif.Sebaliknya, legislasi merujuk pada proses pembuatan UU itu sendiri (misalnya, sejak tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan). Dengan kata lain, aspek legislasi lebih menekankan pada aktivitas, termasuk output yang dihasilkan.
MAHASISWA MENGGUGAT UU
Dalam diklat itu, penulis juga mengajukan pertanyaan: mengapa mahasiswa hukum dituntut melek legislasi? Sebagaimana yang disinggung di awal tadi, ini tidak lepas dari maraknya antusiasme mahasiswa untuk melakukan pengujian UU Ke MK. Mahasiswa bermohon uji materil, misalnya, tentu ada hak-hak konstitusionalnya yang dirugikan oleh UU a quo.
Beberapa UU yang pernah dimohonkan oleh mahasiswa untuk di uji (baik dalam bentuk uji materil maupun formil), di antaranya, UU ITE, UU Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, UU Dikti, UU Hak Cipta, UU Pemilu, serta UU P3. Dan yang terkini, yaitu, UU TNI. Mereka mengajukan uji formil terhadap revisi UU TNI karena merasa proses pembentukannya, termasuk akses terhadap naskah akademik, tidak transparan dan partisipatif.
MODAL DAN REKOMENDASI
Apa saja modal dasar, sehingga dapat menjadi melek legislasi, terutama melek pengujian UU? Di antaranya: (1) mendalami hukum acara MK, terutama hukum acara pengujian UU; dan (2) memahami dengan baik hak-hak konstitusional, sebagaimana yang tersebut dalam UUD 1945.Di akhir diklat, penulis juga memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, perlu digalakkan legal research atau workshop, yaitu pelatihan membuat permohonan uji materil maupun formil ke MK. Kedua, pihak fakultas hukum, diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan klinik hukum legislasi, baik dalam bentuk laboratorium legislasi, kelompok kajian regulasi, maupun kolaborasi dengan lembaga legislatif dan MK. Melalui wadah ini, mahasiswa didorong untuk melakukan riset legislasi berbasis isu-isu aktual.Dan ketiga, pihak fakultas hukum, juga perlu mendukung pembentukan komunitas atau forum mahasiswa melek legislasi. Ini sebagai wadah pertukaran gagasan, advokasi kebijakan, dan penguatan peran mahasiswa dalam pembaruan hukum di Indonesia.
***Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Palu.