PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Hari Raya Nyepi adalah proses penyucian, yang dimulakan dengan pertapaan dalam sunyi. Namun rangkaiannya digelar cukup meriah, salah satunya adalah ritual ogoh-ogoh di Desa Tolai Induk Kecamatan Toure, Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), yang sudah digelar dan dilestarikan sejak 32 tahun yang lalu.
“Seingat saya, tahun 1993 kami sudah menggelarnya secara meriah di Tolai. Saat itu, saya masih di Peradah atau Pemuda Hindu Dharma,” kata Tokoh Agama Hindu Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), I Nyoman Sudimantra kepada medua ini, Rabu (26/3/2025).
Mulanya, kata Sudimantra, ritual ogoh-ogoh hanya digelar di halaman Pura masing-masing. Kalau yang meriah hanya di jalan dusun saja, dengan jumlah ogoh-ogoh hanya satu. Kalaupun banyak, setidaknya tidak melebihi tiga ogoh-ogoh, itupun dengan bahan yang sederhana seperti kertas yang dihancurkan dengan air lalu dibentuk menjadi badan patung.
“Kemudian saya bersama-sama Peradah dari Kota Palu menyarankan untuk dibuat secara meriah di jalan raya. Hal itu disetujui oleh pengurus PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), hingga sampai saat ini terus digelar di jalan raya,” beber Sudimantra.
Ketua PHDI Kabupaten Parmout, I Made Yastina mengatakan, ritual ogoh-ogoh adalah rangkaian wajib sebagai bagian dari Hari Raya Nyepi, yakni pengrupukan dan tawur kesanga, untuk menyingkirkan hal-hal yang jahat dan menyucikan pribadi menuju proses Tapa Bhrata Penyepian, masuk ke awal Tahun Baru Caka. “Dalam perkembangannya, ritual ogoh-ogoh sudah menjadi kalender pertunjukkan jalanan, mirip sebuah karnaval, meriah dan beragam isu menjadi tema. Bahkan ada ogoh-ogoh yang berbentuk seorang koruptor, ini juga bagian dari yang Umat Hindu perangi,” jelas I Made Yastina. MBH