PARIMOUT, MERCUSUAR – Ditengah hantaman badai wabah pandemi COVID 19, petani di Parimout berhasil panen raya, dengan jumlah produksi cukup signifikan, dalam tiga bulan, terhitung sejak bulan Januari hingga Maret, mampu mencapai kisaran 60 ribu ton beras, dalam luasan lahan panen dalam setahun rata-rata, berkisar 60 ribu hektar lahan produktif.
“Meskipun di awal bulan Maret, pandemi COVID 19, mulai menyerang Indonesia, terkhususnya di Sulteng, Alhamdulillah petani kami berhasil melakukan panen raya, sehingga mampu mencapai produksi gabah 95 ribu ton, yang kemudian digiling menjadi beras, mendapatkan produksi 60 ton, daam tiga bulan,” urai Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Parimout, Nelson Metubun,kepada koran ini.
Secara perhitungan rata-rata, katanya lagi, dengan jumlah 5,6 kwintal per hektar, terhitung sebagai produktivitas, yang kemudian dikalikan dengan 17.137.41 dalam kurun waktu tiga bulan, maka dicapai produksi sebesar 95 ribu ton gabah.
Sementara itu, jika kemudian dikalikan dalam setahun, dengan luasan sawah mencapai 60 ribu hektar, Kabupaten Parimout bisa meraih surplus, dari 125 ribu ton, hingga mencapai 150 ribu ton, yang kemudian ini, bisa menjadi penyuplai pangan, jika kemudian wabah pandemi COVID 19 mengharuskan sebuah aksi lock down, ataupun karantina wilayah, masih cukup banyak cadangan beras untuk hal itu.
“Bisa dihitung, jika kemudian tiap tahunnya, pada tahun-tahun sebelum masa sulit ini, kami berhasil surplus, maka cadangan pangan, insya Allah cukup. Dan memang untuk persoalan karantina wilayah, kami adalah benteng terakhir, untuk menjaga ketersediaan pangan,” urai Nelson.
Bicara soalan wabah COVID 19, kata Nelson, pihaknya yang kemudian ditugaskan untuk mengurus soalan pangan, sudah melakukan terobosan, dengan meminta kepada setiap UPTD yang ada di tiap kecamatan, sebagai ujung tombak dinas, mengumpulkan beras, dan ternyata sudah ada yang terkumpul, untuk buat jaga-jaga, jika kemudian hal terburuk terjadi.
“Minimal, memberikan suplai dukungan pangan kepada mereka yang harus diisolir secara personal. Namun dibalik semua ini, saya sangat berharap tidak ada yang dinyatakan positif di Parigi Moutong,” harapnya.
Sementara itu, salah satu petani sawah di Kecamatan Balinggi, I Made Jati, mengatakan kalau persoalan wabah COVID 19 atau yang dikenal wabah Corona, pihaknya sebenarnya khawatir dengan hal itu, namun proses untuk panen padi juga, tidak bisa ditunda, karena sudah ada perhitungannya, maka kemudian mereka tetap keluar rumah, untuk memanen padi, kemudian menjemurnya hingga sampai ke penjualannya.
Ada “berkah” lain yang mereka raih, dengan hadirnya wabah ini, harga beras melonjak naik, dari kisaran Rp450 ribu hingga mencapai Rp900 ribu dalam tiap karungnya, yang mencapai berat 50 kilogram.
“Memang lumayan hasilnya, namun kami tidak berharap, jika wabah ini terus berlangsung, semuanya lebih baik sedia kalanya saja,” tutup Jati. NDA