SIGI, MERCUSUAR – Para petani rotan asal Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi mendatangi kantor Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulteng, Selasa (14/8/2018). Kedatangan petani rotan itu karena merasa dipersulit dangan aturan terkait perizinan mengambil rotan.
Yason, salah satu pengumpul rotan asal Bangga yang juga terlibat dalam aksi tersebut menyatakan para petani resah dengan diberlakukannya sistem pengurusan izin pengumpulan rotan melalui Online Single Submission (OSS). Sementara sistem e-siidat yang selama ini diberlakukan, kedepan tidak dipakai.
“Kami sangat kesulitan untuk mengakses OSS ini tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu. Aturan baru ini tiba-tiba mau diberlakukan tanpa adanya sosialisasi sebelumnya. Para petani rotan sudah bertemu dengan pihak dinas, tetapi mereka tetap masih kesulitan mengakses sistem OSS ini. Sedangkan sampai sekarang belum ada kejelasan dan petunjuk dari pusat, tapi pemerintah pusat katanya tetap memberlakukannya,” ujar Yason.
Olehnya, ia mengaku para petani rotan berharap pemerintah bisa secepatnya memberi kejelasan mengenai pengurusan izin pemungutan rotan itu, karena mereka juga butuh mencari rotan untuk biaya hidup sehari-hari.
“Hidup kami hanya bergantung dari penghasilan rotan yang kami ambil dari hutan yang kemudian kami jual demi menghidupi kebutuhan keluarga kami. Kalau belum ada kejelasan dan dipersulit begini, bagaimana nasib kami?” ujarnya.
Melalui surat, para petani rotan pun menyampaikan aspirasi mereka agar tidak dipersulit serta diberikan kejelasan sesegera mungkin. “Kami juga butuh makan dan menghidupi keluarga, jadi tolong segera beri kejelasan dan permudah kami dalam mencari rezeki,” tutupnya.
Sebelumnya, Senin (13/8/2018), Yason mengatakan bahwa para petani rotan di Desa Bangga resah dengan rencana akan diberlakukannya aturan baru. Sebab dalam aturan itu salah satu syaratnya petani rotan harus memiliki izin lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Menurutnya, aturan baru tersebut tiba-tiba akan diberlakukan tanpa adanya pemberitahuan dan sosialisasi terlebih dahulu. “Jadi para petani rotan nantinya harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan Amdal. Kalau tidak, mereka tidak diizinkan pemerintah untuk mengambil rotan di hutan. Aturan itu menurut kami tidak masuk akal. Kasihan para petani rotan kalau harus membuat Amdal, makanya mereka resah. Harusnya ini dikaji terlebih dahulu bisa atau tidak diterapkan di Sigi,” jelasnya.
Apalagi, katanya, aturan itu masih harus menunggu regulasi dari pemerintah pusat, sementara petani rotan tidak mungkin berhenti mencari makan melalui profesi bertani rotan. Olehnya, ia berharap pemerintah segera memberi solusi terkait kelangsungan para petani rotan. “Masalah ini ada di perizinan terpadu di Provinsi Sulteng, tapi regulasinya dari pusat. Jadi nantinya petani rotan harus bermohon ke provinsi soal Amdal dan NPWP itu. Pemerintah tolonglah, kasihan mereka para petani. Apalagi ini langsung mau diberlakukan, pastinya para petani kaget,” ujarnya. BAH