SIGI, MERCUSUAR – Sanggar Seni Sel Telur, yang beralamat di Desa Beka, Kabupaten Sigi melaksanakan kegiatan bertajuk Tadarus Puisi, Sabtu (17/4/2021) malam. Kegiatan yang dilaksanakan bersama Remaja Islam Masjid (RISMA), Organisasi Pencinta Alam serta Karang Taruna Desa Beka ini, bertujuan membangun semangat bersama dalam sebuah lingkaran, sebagai bentuk kekuatan Nosialampale (gotong royong), yang masih dimiliki masyarakat kampung di seluruh penjuru nusantara.
Demikian dikatakan Ketua Sanggar Seni Sel Telur Desa Beka, Moh. Nauval, Minggu (18/4/2021). Menurutnya, duka yang dialami masyarakat Desa Beka beberapa pekan yang lalu, akibat bencana banjir yang membawa material lumpur dari Sungai Pondo , tidak menjadi hambatan bagi kawan-kawan muda Sel Telur, untuk dapat menggagas kegiatan di tengah suasana Ramadan tersebut.
Tadarus yang menjadi kebiasaan remaja kampung setiap selesai ibadah salat Tarawih kata dia, dipilih menjadi tema, untuk mempererat kembali tali persaudaraan antar pemuda kampung, yang ada di Kabupaten Sigi.
Tadarus Puisi ini lanjut Nauval, merupakan sebuah pengulangan, dari apa yang sudah dilakukan pendahulu Kampung Beka, dalam mengobati kerinduan makhluk akan Sang Pencipta. Tak ada yang berbeda kata dia, kecuali latar Soki yang bertransformasi menjadi Boya kemudian Ngata. Dari Soki, kesepakatan itu mulai dibangun bersama, untuk membentuk suatu komunitas kecil, lalu menjadikan Boya sebagai diksi pertama organisasi pemerintahan, dimulai dan Ngata sebagai pusatnya.
Pada pementasan tersebut, tampak di atas sebuah motor beroda tiga, seorang lelaki memegang mikrofon dan dengan suara serak membacakan puisi dari almarhum W.S Rendra, berjudul Hidup Itu Seperti Uap. Pantulan cahaya yang terpancar dari lampu Masjid Ar-Rahman Desa Beka, serta pengeras suara bertenaga baterai, mampu mengubah suasana malam itu menjadi haru, ditambah lagi iringan Sa’o (suling Vietnam) dan gitar yang hanya memainkan satu chord, dengan nada yang monoton, dimainkan berulang-ulang, sebagai bentuk refleksi bunyi awal kejadian sebelum semua yang ada di bumi ini berwujud.
Kemudian, satu persatu pemuda Kampung Beka mulai mengambil peran untuk mengaktualisasikan tujuan yang ingin dicapai dari tema tersebut, salah satunya aktivis lingkungan di Kabupaten Sigi, Ahdiyat, yang membawakan puisi karya Emha Ainun Najib, dengan gaya panggung sederhana yang mampu memukau penonton, dengan gerakan spontan dari tangan serta kakinya, yang menimbulkan noise, sebagai iringan syahdu dari wacana cinta yang dibacakannya.
Acara diakhiri dengan duduk bersama di teras masjid. Karang Taruna Mekar Abadi, Sanggar Seni Bantaya Marisa Desa Sibedi, Sanggar Seni Kololio Desa Kaleke serta mahasiswa dan pemuda Kampung Beka yang datang, kemudian mengapresiasi kegiatan tersebut dengan doa dan harapan, agar bencana negeri ini segera berakhir dan aktifitas berkesenian dapat kembali lancar seperti sediakala. JEF