DONGGALA, MERCUSUAR – Sidang lanjutan kasus perdata Nomor: 14/Pdt.G/2020/PN.Dgl dengan agenda mediasi antara mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Sigi, Eddy Asrianto (penggugat) dengan Bupati Sigi, Moh Irwan Lapatta (tergugat) di Pengadilan Negeri (PN) Donggala, gagal karena tidak ada titik temu, Rabu (3/6/2020).
Pada sidang ketiga itu, tergugat prinsipal kembali tidak hadir. Ia diwakili oleh Kuasa Hukumnya, Kabag Hukum Sekdakab Sigi, Rusdin SH; Kasubag Bantuan Hukum dan HAM Bagian Hukum Sekdakab Sigi, Milan Kartika SH; serta tiga advokat pada Kantor Hukum Hanss & Associates yaitu Nasrul Jamaludin SH, Sahrul SH CLA dan Mohamad Soleh SH MH.
Sementara penggugat Eddy Asrianto hadir bersama istri dan dua Kuasa Hukumnya, Dicky Patadjenu SH dan Moh Rafiq S.HI.
PENGGUGAT SEBUT TERUNGKAP KEJANGGALAN BARU
Kuasa hukum pengguat, Dicky Patadjenu mengatakan bahwa pertemuan dalam ruang mediasi yang berlangsung alot gagal.
Pihak tergugat, katanya, mengugkapkan sejumlah alasan yang justeru terasa janggal karena baru diketahui oleh pihak pengguat, yaitu adanya surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN) yang membatalkan surat KASN sebelumnya. Surat tersebut berisi agar Bupati melantik kembali Eddy Asrianto pada jabatannya. Surat pembatalan dari KASN itu tidak pernah disampaikan kepada Eddy Asrianto.
“Katanya ada surat lagi dari KASN untuk membatalkan surat pertama. Dan saya melihatnya itu adalah hal yang mengada-ada,” tegasnya usai mediasi.
Dia menilai tindakan Bupati yang telah bertindak sewenang-wenang terhadap kliennya , memiliki banyak potensi pelanggaran hukum, yang tidak saja berhenti pada Eddy Asrianto tapi juga kepada yang lainnya.
Dicontohkannya, pemberhentian Eddy Asrianto dari jabatan Sekwan Sigi harus melalui persetujuan Ketua DPRD Sigi. Namun hal itu tidak dilakukan Bupati.
Olehnya itu, ia menduga kuat bahwa pelantikan pejabat pengganti Eddy Asrianto telah cacat hukum, karena dilakukan tanpa persetujuan Ketua DPRD Sigi.
Selain itu, ia menyebut bahwa Bupati Sigi tidak berprikemanusiaan karena tidak memberikan hak-hak dasardari Eddy Asrianto dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, berupa penahanan gaji. “Saya menganggap Bupati ini zolim. Kenapa gajinya orang ditahan? Ini ada anak istri. Belum lagi ini zaman covid, gaji orang ditahan,” ujarnya.
TERGUGAT KLAIM SESUAI PROSEDUR
Sementara kuasa hukum tergugat, Sahrul mengatakan bahwa tidak ada titik temu yang bisa mendamaikan Bupati dan mantan Sekwan, sehingga akan dilanjutkan pada sidang yang membahas pokok perkara.
Buntunya mediasi itu, antara lain adanya tuntutan ganti rugi Rp10,2 miliar lebih, yang dinilainya tidak memiliki dasar hukum.
Disamping itu, langkah memberhentikan Eddy Asrianto dari jabatannya telah melalui prosedur yang berlaku. Sehingga apapun alasan yang disampaikan oleh pihak Eddy Asrianto semuanya harus dibuktikan melalui lembaga peradilan.
“Langkah yang kita ambil sudah sesuai prosedur. Semua proses sudah dilakukan oleh pemerintah. Kalau itu mau dibatalkan, silahkan pengadilan yang membatalkan, sampai berkekuatan hukum tetap,” tandas Sahrul. HID