PKM di Wombo Induk Kembangkan Kerajinan Bambu

PKM-b0f5bc4f
Suasana bimbingan teknis dan sosialisasi Program Kemitraan Masyarakat (PKM) di Desa Wombo Induk, Kabupaten Donggala, baru-baru ini.///FOTO: IST.

PALU, MERCUSUAR – Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang diusung dua orang dosen dari Universitas Tadulako (Untad) masing-masing Dr. Syahruddin Hattab, M.Si. dari FISIP sebagai ketua pelaksana dan anggota Dr. Burhanuddin, S.T., M.Sc. dari Fakultas Teknik, mengembangkan usaha kelompok masyarakat pengrajin bambu di Desa Wombo Induk Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.

Ketua pelaksana, Syahruddin Hattab menjelaskan, PKM merupakan program pengabdian kepada masyarakat yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk dosen di perguruan tinggi negeri dan swasta.

Tim yang diketuainya tersebut, kata Syahruddin kepada media ini, di Palu, Kamis (29/9/2022), melaksanakan program yang diterima untuk didanai pada tahun 2022 dengan judul ‘Pengembangan Usaha Kelompok Pengrajin Meubel Kursi Bambu untuk Peningkatan Pendapatan Pascagempa di Desa Wombo Induk’.

“Kerajinan bamboo saat ini sudah mulai langka, olehnya itu melalui Program Kemitraan Masyarakat mengembangkan dengan mengedepankan model, sehingga mempunyai nilai seni yang tinggi, dan harga kursi bambu meningkat,” kata Syahruddin.

Ia menjelaskan, program tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Yang pertama, adalah tahapan persiapan yang meliputi pertemuan kelompok mitra dan koordinasi bersama Kepala Desa setempat.

Selanjutnya, tahap pelaksanaan yang meliputi sosialisasi program untuk mengetahui langkah-langkah dari kegiatan PKM, sehingga kelompok mitra yakni kelompok pengrajin Mustika Bambu yang banyak mengembangkan kursi bambu.

“Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan PKM  yang meliputi  pelatihan teknis pembuatan kursi bambu dan  pelatihan nonteknis, serta pendampingan kelompok kegiatan pascapelatihan untuk membuat produk kursi bambu yang berkualitas,” jelasnya.

Dalam proses pembuatan kursi bamboo, menurut Syahruddin, yang perlu diperhatikan adalah penyiapan bahan baku secara selektif dan mempunyai standar, sehingga bahan baku bambu tersebut bisa bertahan lama.

Diharapkan, melalui program tersebut dapat memberikan dukungan kepada kelompok mitra di desa, untuk meningkatkan pendapatan di tengah upaya pemulihan ekonomi pascabencana dan pascapandemi Covid-19.

Sementara itu, pemateri pada program tersebut, Drs. Muhammad Jufri, M.Si. menjelaskan, kualitas bahan baku bamboo terlebih dahulu dapat diawetkan dengan menggunakan solar yang dicampur dengan belerang, kemudian dimasukkan dalam drum lalu ditutup rapat sehingga baunya tidak keluar.

“Pengawetan memakan waktu 2 bulan. Olehnya program PKM ini tidak bisa cepat, karena pengawetan dan pengeringan itu memakan waktu 3 bulan,” kata Jufri.

Menurut Muhammad Jufri, kegiatan kerajinan kursi bambu yang merupakan alat rumah tangga mempunyai keunikan, karena turut mengandung nilai seni yang tinggi melalui penganyaman. Untuk membuat kursi bamboo yang berkelanjutan, diperlukan dukungan bahan baku yang tersedia di desa.

“Salah satu keunikan dari pembuatan kursi bambu ini, mejanya dibuat dari tempurung,” imbuhnya. IEA

Pos terkait