PALU, MERCUSUAR – Pemerintah Provinsi Sulteng terus melakukan upaya reformasi birokrasi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik beriringan dengan otonomi daerah. Untuk mewujudkan birokrasi pemerintah yang profesional, bersih, bebas korupsi, serta memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Reformasi birokrasi diharapkan dapat dirasakan oleh rakyat secara langsung, yakni dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Selain itu birokrasi dapat bersifat antisipatif dan proaktif dalam menjalankan pengabdiannya kepada masyarakat yang dinamis.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten Administrasi Umum dan Organisasi, Mulyono ketika mewakili Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, pada rapat koordinasi (Rakor) teknis pelaksanaan reformasi birokrasi di Swiss Belhotel Palu, Selasa (24/4/2018).
Menurutnya, tujuan penting reformasi birokrasi pun harus bisa merubah pola pikir dan budaya kerja. Dengan perubahan kedua lini tersebut, diyakini pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan dan berkualitas.
Mulyono mengatakan, reformasi birokrasi ini diharapkan memicu terjadinya perubahan mindset dan culture set di jajaran birokrasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dimana spirit melayani kepentingan publik hendaknya selalu menjiwai setiap kegiatan yang dilaksanakan.
“Dalam rangka menjadikan provinsi Sulteng sejajar, maju, mandiri, dan berdaya saing dengan provinsi maju lainnya di kawasan Indonesia timur,” katanya.
Dalam sesi diskusi, Mulyono ketika menjadi narasumber memaparkan, reformasi birokrasi dilakukan karena kepercayaan masyarakat kepada pemerintah masih rendah. Hal itu masih dirasakan sampai saat ini. Kepercayan yang rendah disebabkan praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisem (KKN) yang terus berlangsung. Selain itu disiplin tranparansi dan akuntabilitas juga sama.
Ia mengingatkan kepada peserta yang berasal dari seluruh kabupaten/kota, bahwa reformasi birokrasi menjadi perhatian pemerintah provinsi, bahkan misi Sulteng di poin pertama disebutkan, ‘Melanjutkan Reformasi Birokrasi, Mendukung Penegakan Supremasi Hukum, dan HAM’. Mulyono mengemukakan reformasi birokrasi yang sudah 8 tahun berlalu memiliki tantangan yang sebenarnya sudah terpetakan dengan baik. Semua tantangan tersebut kembali kepada satu hal yang sangat fundamental, yaitu mental aparatur itu sendiri.
Hal yang sama juga disampaikan perwakilan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Republik Indonesia, Hatni. Dalam diskusi tersebut, ia mengatakan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat sangat dipengaruhi oleh pola pikir, integritas, etika, disiplin, sikap melayani, serta pola hidup sederhana. Pelayanan dari birokrasi sudah ke arah yang lebih baik.
“Tapi kami akui secara menyeluruh belum maksimal. Perlu dibangun pola pikir. Dan ingat Reformasi Birokrasi akan terus bergulir, selalu ada target baru yang ingin dicapai,” katanya.
Menurut Hatni, dalam reformasi birokrasi setidaknya ada 8 area perubahan, pertama organisasi, tatalaksana, peraturan perundangan – undangan, sumberdaya manusia, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan public, mindset dan culture set aparatur. Area perubahan tersebut memiliki tujuan akhir bebas KKN, akuntabel dan berkinerja serta pelayanan publik yang berkualitas. BOB