SEPEKAN jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), banyak berseliweran di media sosial, bagi-bagi uang dan barang yang diduga dilakukan tim pemenangan pasangan calon kepala daerah.
Ada potongan video bagi-bagi uang lima puluh ribu atasnama kandidat tertentu. Ada juga yang bagi-bagi beras, ada pula yang bagi-bagi kartu dengan isi iming-iming materi tertentu saat terpilih dan ada pembagian voucher belanja.
Sejatinya hal itu dapat dikategorikan sebagai praktik politik uang. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, secara jelas telah mengatur perihal praktik politik uang.
Bukan hanya mereka yang memberikan imbalan, namun siapapun yang menerima imbalan, akan ada sanksi hukumnya. Sanksi tersebut mengena pada setiap orang, yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang atau materia lain sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia secara langsung ataupun tidak langsung, dengan tujuan untuk mempengaruhi pemilih, maka dapat dipidana.
Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 187 A ayat (2), pemberi dan penerima politik uang, dapat dijatuhi sanksi pidana minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan ataupun denda, paling sedikit Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Bahkan jika pelanggaran dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), kandidat dapat dikenakan sanksi pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah.
Objek pelanggaran administrasi TSM pemilihan yaitu, perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih yang terjadi secara TSM diatur pada Pasal 73 jo 135A.
Sedangkan untuk batas waktu penanganan pelanggaran politik uang TSM diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017, yang mengatur Laporan dugaan pelanggaran administrasi disampaikan kepada Bawaslu Provinsi terhitung sejak ditetapkannya pasangan calon sampai hari pemungutan suara.
Kini semua mata menunggu Bawaslu beserta perangkatnya di lapangan. Video tersebar sedemikian rupa di media sosial. Akankah Bawaslu bertindak untuk menegakkan hukum pemilihan dan menjadi garda terdepan penjaga demokrasi? Ataukah orang akan kembali bertanya, dimana Bawaslu?
Jangan sampai Bawaslu menunggu orang bijak membawa senter di siang hari, hanya untuk mencari Bawaslu diantara riuh rendah demokrasi yang makin gelap dikotori orang-orang yang tak bertanggung jawab.
Ah…entahlah. ***