SEPEKAN terakhir, sebagian masyarakat Sulteng sibuk membincang penetapan APBD Perubahan (APBD-P) Tahun Anggaran 2022. Ada kesan, pemerintah daerah tidak memiliki sense of crisis pada penyintas bencana 28 September 2022. Pemicunya dana hibah Rp14 miliar untuk kegiatan Munas KAHMI di Palu 24-28 November 2022.
Kelompok yang mengktitisi APBD-P, berlindung di balik kepedulian pemerintah kepada korban bencana yang belum mendapatkan hak-haknya hingga kini.
Di sisi lain, pemerintah daerah dan DPRD Sulteng bersepakat menggelontorkan anggaran itu, karena dampak positif yang di dapat daerah dari tuan rumah Munas. Kegiatan-kegiatan nasional, di daerah akan mendatangkan keuntungan secara langsung ataupun tidak langsung terhadap proses pembangunan dan masyarakat di daerah.
Kedatangan Presiden dan banyak tokoh nasional ke Sulteng di tengah hajatan tersebut, diyakini akan mendorong percepatan pembangunan–termasuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana—di Sulteng. Bahkan belum apa-apa, pemerintah pusat melalui kementerian dan balai telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan panitia Munas, akan menyuport melalui kegiatan seperti peningkatan infrastruktur daerah.
Pro dan kontra, hal biasa dalam kehidupan. Demikian halnya dengan politik anggaran. Satu hal yang kurang dari pemerintah daerah dan DPRD Sulteng, dari pro-kontra penetapan APBD-P.
Kedua lembaga seyogyanya bersifat terbuka dan memberikan penjelasan secara rasional kepada khalayak.
Terbuka, harus dimaknai semua pihak mendapatkan penjelasan yang sama, mulai dari besaran, alasan, hingga keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak (impact) dari penganggaran sebuah kegiatan, termasuk dana hibah dan anggaran penanganan bencana.
Rasional, dalam komunikasi dimaknai mudah dipahami semua orang tanpa memandang tingkat pendidikan dan latar sosial. Penjelasan harus mudah dipahami dan tidak multitafsir. Penjelasan hendaknya dilakukan dengan bahasa yang mudah dipahami, gampang diterima akal.
Pemerintah dan DPRD sekiranya dapat mengambil hikmah dari perjalanan pada nabi dalam berkomunikasi.
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan hbahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka” (QS. Ibrahim: 4).
Pro-kontra biasa. Tanpa komunikasi yang baik, pro-kontra bisa saja menimbulkan dampak yang cenderung kontra produktif dan merugikan.
Mungkin pemerintah dan DPRD belum sepenuhnya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat. Perlu memperbaiki komunikasi, agar semua dapat memahami. Wallahualam bishawab. ***