Resiko Kematian Bayi Lebih Besar

PALU, MERCUSUAR – Lebih dari 700 juta perempuan yang hidup saat ini menikah ketika masih anak-anak, dimana satu dari tiga diantaranya menikah sebelum usia 15 tahun. Bayi yang dilahirkan oleh perempuan dibawah umur, memiliki resiko kematian lebih besar dan punya peluang meninggal dunia dua kali lipat sebelum mencapai usia satu tahun.

Demikian diungkapkan Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Sulteng Maspa kepada Mercusuar belum lama ini.

Menurutnya, angka perkawinan anak di Indonesia tergolong tinggi, sekitar 17 persen anak perempuan di Indonesia menikah pada usia anak yakni dibahwa 18 tahun. Anak perempuan usia 10 hingga 14 tahun, memiliki resiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan dibanding usia 20 hingga 24 tahun.

Pada tahun 2015, lanjut Maspa, terdapat 14 persen perempuan berusia 10 hingga 14 tahun sudah menikah atau bersalin sebelum usianya mencapai 18 tahun, serta 1,3 persen anak perempuan pada kelompok usia tersebut menyatakan menikah dibawah usia 15 tahun. Sementara tingkat perkawinan anak lebih tinggi dikalangan anak perempuan dari rumah yangga yang kurang mampu.

Sulteng, katanya, menempati urutan ketiga perkawinan anak tertinggi di Indonesia berdasarkan penelitian BKKBN tahun 2015, dimana perkawinan anak di Sulteng mencapai 31,91 persen. Data Susenas 2015, rata-rata anak berusia 15 hingga 19 tahun berstatus kawin dan pernah kawin.

Presentase terbesar, beber Maspa, terdapat di Kabupaten Banggai Laut 15,83 persen, kedua Kabupaten Banggai Kepulauan 15,73 persen, Kabupaten Sigi 13,77 persen, Kabupaten Tojo Unauna 23 persen dan Parigi Moutong 22 persen.

Perkawinan anak, menurut dia, tidak lepas dari ketimpangan gender, kesempatan pendidikan, kesempatan kerja dan upah layak, serta kesempatan usaha.

Olehnya itu, beberapa program memiliki daya ungkit untuk mencapai beberapa target dan tujuan diprogram tahun 2017-2019, diantaranya kota layak anak dan penghapusan perkawinan anak.

Sementara itu, Dian Kartika Sari dari KPI Pusat mengatakan penghapusan perkawinan anak merupakan upaya untuk memutus mata rantai masalah kekerasan dan kemiskinan.

Upaya mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mencegah perkawinan anak, kata dia, menjadi strategi penting dalam upaya untuk menciptakan dunia yang adil tanpa kemiskinan. “Praktek perkawinan anak adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan anak adalah mematikan cita-cita anak karena anak pada usia belia harus mengurus kehidupan keluarga,” kata Dian. TIN

 

 

Pos terkait