PALU, MERCUSUAR – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu menunda sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana Afandy Tanjaya selaku pemohon prinsipal, Selasa (10/4/2018).
Penundaan sidang PK tersebut pada Selasa 17 April 2018 mendatang, akibat pemohon prinsipal tidak hadir, tapi hanya penasihat hukumnya Syafruddin A Datu SH MH.
Afandy Tanjaya merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Sawidago II tahun 2007-2008 senilai Rp17.846.789.000 di Desa Sawidago, Kabupaten Poso. Afandy Tanjaya selaku Direktur Makmur Sentosa Abadijaya merupakan sub kontraktor pembangunan sipil kegiatan tersebut.
Menurut Syafruddin, pemohon prinsipal tidak dihadirkan karena surat panggilan dari PN hanya menyebutkan panggilan untuk penasihat hukumnya.
Olehnya, ketika ia ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Palu meminta izin agar pemohon prinsipal dikeluarkan untuk menghadiri sidang, tidak diizinkan.
“Kami sudah ke Lapas untuk memohon izin agar pemohon prinsipal dapat mengikuti sidang dengan menunjukan surat panggilan dari pengadilan. Namun tidak direspon Lapas, karena surat panggilan pengadilan hanya menyebutkan kuasa hukum,” katanya.
Penjelasan penasihat hukum pemohon prinsipal langsung direspon JPU Andi Suharto SH, yang intinya tidak dapat menerima alasan ketidakhadiran pemohon prinsipal.
Menurut Andi Suharto, penasihat hukum seharusnya memberikan pemahaman pada kliennya terkait prosedur sidang PK. Penasihat hukum mengetahui bahwa pemohon prinsipal wajib untuk hadir pada sidang PK.
Mendengar perdebatan itu, Ketua Majelis Hakim I Made Sukanada SH MH langsung mengajukan pertanyaan pada penasihat hukum pemohon prinsipal, apakah pemohon prinsipal akan dihadirkan dipersidangan atau hanya diwakili.
“Ini (pemohon prinsipal hadir atau diwakili) ada konsekwensinya,” kata Made.
Mendengar pertanyaan Majelis Hakim itu, Syafruddin langsung menyatakan nahwa pemohon prinsipal akan dihadirkan.
DIEKSEKUSI
Terpidana Afandy Tanjaya dieksekusi dan dijebloskan ke Lapas Palu untuk menjalani pidana pada 21 Maret 2018.
Afandy Tanjaya yang sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan itu dieksekusi setelah datang menyerahkan diri di Kejati Sulteng.
“Afandy Tanjaya datang menyerahkan diri beberapa minggu setelah ada beritanya diterbitkan rekan-rekan media yang menyebutkan bahwa ia DPO,” kata Andi Suharto seusai penundaan sidang PK.
Berdasarkan putusan kasasi Nomor: 564 K/Pid.Sus/2015, tambahnya, Afandy Tanjaya dihukum pidana penjara empat tahun enam bulan dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti Rp194.581.093,87 diperhitungkan dengan barang bukti berupa uang yang telah dikembalikan terpidana Rp194 juta subsidair satu bulan penjara. AGK