Pertambangan dapat Mengancam Ruang Laut

MOROWALI, MERCUSUAR – Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menggelar Temu Koordinasi dan Sinergitas Stakeholder dalam Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, di Gedung Serba Guna Achmad Hadie Kelurahan Matano, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Kamis (10/8/2023).

Hadir pada kesempatan itu Bupati Morowali, Taslim, perwakilan Polres Morowali, perwakilan Kodim 1311/Morowali, Perwakilan Kejaksaan Negeri Morowali, Anggota DPRD Kabupaten Morowali, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Morowali, Fajar, sejumlah pimpinan OPD, Kepala Syahbandar Bungku, Kepala Syahbandar Kolonodale, para Camat dan stakeholder terkait lainnya.

Turut hadir Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, Arif Latjuba, dan Kepala Bidang PSDKP Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, Agus Sudaryanto.

Dalam sambutannya saat membuka langsung acara, Bupati Morowali, Taslim menyampaikan apresiasi atas Temu Koordinasi dan Sinergitas yang digelar di Kabupaten Morowali.

“Dalam acara ini, diharapkan bisa terjalin kerja sama yang baik antara stakeholder dalam pengawasan sumberdaya kelautan. Kita harus berbagi informasi dan pengalaman, saling mendukung dalam membuat kebijakan yang baik, serta berkolaborasi dalam menjalankan kegiatan pengawasan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan kita,” tutur Taslim.

Halid K Jusuf selaku Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mengatakan, alasan utamanya menggelar kegiatan di Morowali adalah karena potensi sumberdaya alam, khususnya kelautan yang sangat potensial di Bumi Tepe Asa Moroso.

“Morowali adalah daerah yang sangat potensial akan kekayaan sumberdaya alam, khususnya kelautan. Kegiatan pertambangan yang menggunakan ruang laut untuk bongkar muat dan reklamasi bisa mengancam laut kita,” ungkap Halid.

Dikatakannya, setiap lembaga memiliki kewenangan masing-masing, akan tetapi apabila kegiatan yang terkait dengan pembangunan menimbulkan dampak pencemaran atau kerusakan wilayah pesisir, maka masing-masing juga memiliki kewenangan.

“Secara umum, kewenangan untuk masalah lingkungan itu ada di Kementerian KLHK, tetapi lebih spesifik terhadap pencemaran dan atau kerusakan sumberdaya ikan dan lingkungannya ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan itu sudah kita lakukan. Kami tetap bersinergi atas bagaimana mengantisipasi kerusakan dan pencemaran wilayah pesisir, dan perairan pada umumnya yang ada di Indonesia,” urai Halid.

Bukan hanya itu, lanjut Halid, jika dilihat dari sisi yang lebih luas lagi, KLHK memiliki kewenangan yang sangat luas terutama yang ada di darat, udara, ataupun di wilayah laut.

“Kita harus melihat panduan daripada peraturan perundang-undangan yang dipegang oleh masing-masing KL, dalam hal ini Kementerian KLHK dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan. Kalau kami Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Penggunaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” jelasnya.

Sedangkan Kepala Bidang PSDKP Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, Agus Sudaryanto menambahkan, laut adalah ujung dari segala dampak pertambangan karena semua pada akhirnya bermuara ke laut. BBG

Pos terkait