Jalin Komunikasi
Karena tidak didampingi oleh sejarawan terlatih, arsip-arsip pendukung bagi gelar kepahlawanan Guru Tua hanya memuat bukti-bukti kategori dua (sekunder). Fakta ini terungkap ketika penulis berdialog dengan Mona Lohanda pada kuliah umum perihal arsip sejarah yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 2020 silam. Di masa hidupnya, Mona Lohanda merupakan bagian dari TP2GP.
Ketika tahu bahwa penulis berasal dari Palu, Mona Lohanda teringat pada pengusulan gelar pahlawan nasional bagi Guru Tua. Ia mengaku menyesal, karena telah menolak usulan tersebut. Akan tetapi, ia juga menyesalkan ketidakseriusan tim pengusul.
Menurutnya, sulit memberikan gelar pahlawan nasional kepada Guru Tua, mengingat beliau tidak lahir di wilayah Indonesia. Meski begitu, Mona Lohanda tetap memberikan solusi bahwa kendala tersebut dapat disiasati selama tim pengusul mampu menghadirkan bukti keberadaan Guru Tua di dalam catatan arsip pemerintahan Hindia Belanda. Dengan bukti ini, Guru Tua dapat dikategorikan sebagai warga pemerintahan yang sah pada waktu itu.
Berdasarkan keterangannya, solusi tersebut telah disampaikan kepada tim pengusul gelar kepahlawanan Guru Tua, namun yang diberi usulan tidak kembali membawa bukti yang diminta. Kenyataan inilah yang kemudian disesalkan oleh Mona Lohanda.
Para sejarawan terlatih sadar bahwa melakukan penelusuran arsip dari masa kolonial bukan suatu pekerjaan mudah. Kerja ini membutuhkan ketekunan yang menguras waktu dan energi. Itu belum termasuk proses penyusunan sumber-sumber temuan serta pemberian argumentasi hingga memiliki nilai sejarah yang saintifik.
Kita, atau paling kurang abna’ul khayraat, tentu masih berharap agar pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Guru Tua. Dengan segenap kerendahan hati, kiranya bukan perkara tabu bila tim yang terlibat menjalin komunikasi dengan para sejarawan terlatih yang sudah berhasil mendorong Tombolotutu mendapatkan gelar tersebut. Tabik!