Oleh: Ibnu Mundzir
Dalam 5 tahun kedepan,g tema Urban Akupuntur akan sering kita dengar dalam diskursus perencanaan kota, sebab subject ini akan menjadi salah saru diabtara 35 program prioritas Walikota Palu yang terpilih.
Apa sih urban akupuntur itu? Metode ini sebenarnya merupakan metode yang relatif baru dalam peristilahan semantik perencanaan kota, namun bukan hal yang pure baru dalam teorema ilmu perencanaan kota, peristilahan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang urbanis bernama Marco Casagrande, seorang arsitek dari Findlandia, namun justru di boomingkan pelaksanaanya di alam nyata oleh Jeane Learner seorang Walikota Curitiba di Brazil.
Diantara kelebihan kota Curitiba tersebut, adalah kemampuan kota ini memadukan antara pembangunan kota yang berkelanjutan dengan intervensi inovasi penataan kota serta keterlibatan partisipasi masyarakatnya.
Diantara inovasi yang menarik yaitu pemilahan sampah yang akhirnya bisa ditukar dengan biaya transportasi umum.
Kalau Kota Palu, memang mau serius menerapkan urban akupuntur secara masif, maka bisa dimulai dari permasalahan endemik kota ini, yaitu persampahan dan ruang terbuka hijau, dengan menjadikan transportasi massal sebagai titik akupuntur yang dapat mengerakan sektor lainnya, seperti pendidikan, pariwisata, UMKM dan lain sebagainya.
Ciri khas dari cara kerja urban akupuntur ini yaitu intervensi tekanan bukan menjadi yang utama, tapi ketepatan menemukan sasaran intervensi ukupunturisnya.
Kalau di kota Curitiba, keberlanjutan program menjadi hal yang memang dirancang secara serius tentu dalam hal ini, partisipatori planing sebagai enggine nya.
Tidak bisa lagi sekedar mengandalkan Model Rasional Comprehensif Planning sebagai lokomotifnya, sebab metode ini akan membuat sunyi ruang partisipasi warga, yang berakibat investasi pembangunan yang telah dibangun hanya akan menunggu waktu saja, untuk akhirnya menjadi artefak.
Tapi kalau ditanya, penting mana urban akupuntur atau policy akupuntur? Maka jawabannya akan kita lanjutkan pada tulisan mendatang…wallahu alam.***
Penulis adalah Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu