TONDO, MERCUSUAR – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Tadulako (Untad), Dr. Ir. Sagaf Djalalembah, MP menegaskan, penetapan Moh. Jen dan M. Yayan Tumina sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM Untad 2025 bukan keputusan sepihak, melainkan hasil proses yang demokratis, transparan, dan berbasis aturan.
Pada Pemira sebelumnya, pasangan nomor urut 1 (Asrar-Gunawan) unggul dengan 4.358 suara, disusul pasangan nomor 3 (Atharik-Hadris) dengan 1.856 suara, dan pasangan nomor 2 (Moh. Jen-Yayan) dengan 1.817 suara. Namun, hasil verifikasi mengungkap masalah administratif dan etik pada pasangan 1 dan 3.
Calon wakil ketua nomor urut 1 hanya memiliki SK di tingkat fakultas, tidak di tingkat universitas sebagaimana dipersyaratkan. Selain itu, calon ketua pasangan tersebut terbukti melakukan pelanggaran etik berupa kekerasan seksual, yang berujung pada sanksi penundaan kuliah satu semester (SK Rektor No. 4845/UN28/HK.02/2025).
Sementara itu, pasangan nomor 3 tidak memenuhi syarat karena calon ketua berstatus tidak aktif akibat tunggakan UKT.
Menanggapi tudingan ketertutupan proses, Dr. Sagaf menjelaskan, terkait tudingan bahwa kasus kekerasan seksual calon Ketua BEM nomor urut 1 tidak ditangani secara transparan, perlu ditegaskan bahwa dalam prosedur PPKPT, penyelidikan perkara seperti ini memang tidak boleh dibuka ke publik. PPKPT telah melakukan verifikasi dan memiliki bukti kuat.
“Pimpinan tidak gegabah. Proses demokrasi sudah berjalan, dinamika telah difasilitasi, dan semua pihak diberi ruang untuk menyampaikan keberatan. Saya sendiri memediasi langsung dan menyampaikan keputusan ini secara terbuka,” tegasnya.
Dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek, baik administratif, etik, dan moralitas, Untad secara resmi menetapkan Moh. Jen dan M. Yayan Tumina sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM periode 2025. */JEF