Edmond: Dugaan Suap Casis Polri Itu Pidana Korupsi

IMG-20220817-WA0030-32d800b6

PALU, MERCUSUAR – Berkaitan dengan  keterlibatan Bripda D pada kasus dugaan suap dari puluhan Calon Siswa (Casis) Bintara Polri gelombang ke dua, pada penerimaan polisi di Polda Sulteng tahun 2022, advokat Edmond Leonardo Siahaan memberikan tanggapan. 

Menurut Edmond dalam rilis persnya yang diterima redaksi, Rabu (17/8/2022), Briptu D dan jaringan calonya harus dikenakan Pasal 12 huruf A Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia mengacu pada kasus suap Casis Polri yang sama, yang pernah terjadi di Polda Sumatera Selatan (Sumsel), di mana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A/Khusus Palembang menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda 200 juta, terhadap mantan Kepala Bidang Dokter dan Kesehatan (Bid Dokkes) Polda Sumsel, Kombes (Purn) Soesilo Pradoto. 

Hakim juga menjatuhkan vonis kepada AKBP Saiful Yahya. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana korupsi bersama-sama dengan menerima suap Rp 6 miliar. Para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf A Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..

Kemudian menurut Edmond, proses hukum yang seharusnya berjalan cepat, dinilai terasa sangat lambat. Penangkapan Bripda D yang dilakukan pada 28 Juli 2022 lalu, hanya sampai di perkara Kode Etik. Menurutnya, sangat disayangkan, sampai dengan 17 Agustus 2022, tepat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia, sidang Kode Etik pun belum digelar.

Dirinya juga mengaku tidak percaya, Briptu D ini bekerja sendirian, dalam tindak pidana korupsi suap Casis Polri Gelombang II Tahun Anggaran 2022 ini. Menurutnya, bagaimana mungkin seorang D yang hanya berpangkat Briptu, bisa bekerja sendirian.

Menurutnya, apabila Polda Sulteng mau sungguh-sungguh memberantas calo, praktek suap dan tindak pidana korupsi suap ini, maka harus membongkar jaringan calo Briptu D ini, sekalipun itu melibatkan banyak Perwira Menengah atau Perwira Tinggi. 

“Inilah saatnya Polda Sulteng bersih-bersih diri, agar lebih profesional ke depannya dalam penerimaan dan perekrutan Casis Polri, bukan dengan terburu-buru menyimpulkan bahwa Briptu D bekerja sendirian,” ujarnya. 

Lanjut Edmond, suap bukanlah pelanggaran Kode Etik, tapi gratifikasi. Suap merupakan tindak pidana korupsi, apalagi dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

“Sekali lagi saya tegaskan, praktek calo yang dilakukan oleh Briptu D adalah pidana korupsi, bukan pelanggaran Kode Etik,” ujarnya. */JEF

 

 

Pos terkait