PALU, MERCUSUAR – Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Sulteng, Muhammad Abdulkadir Badjamal menyoroti adanya ketimpangan alokasi LPG dan solar bersubsidi yang diterima Provinsi Sulteng.
Abdulkadir menyebutkan, minimnya kuota menyebabkan terjadinya rembesan atau ketergantungan pasokan dari daerah lain. Ia mencontohkan di Kabupaten Morowali, kebutuhan LPG terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah pendatang yang jauh melampaui jumlah penduduk lokal. Namun, hingga kini belum ada kesesuaian data yang menjadi dasar penyaluran kuota.
Hal itu ia sampaikan pada pertemuan bersama Gubernur Sulteng, Dr. H. Anwar Hafid dan Wakil Gubernur, dr. Reny A. Lamadjido, di ruang kerja Gubernur, Kamis (17/4/2025).
“Morowali bahkan mencatat over kuota hingga lebih dari 50 persen dari jatah wilayah lain. Kota Palu juga mengalami penurunan kuota terus menerus. Padahal kelangkaan yang terjadi bukan karena distribusi semata, tapi persoalan alokasi yang tidak sesuai realita di lapangan,” ujar Abdulkadir.
Ia juga menyoroti masalah penyaluran BBM jenis solar di Kota Palu yang semakin diperketat. Padahal, menurutnya, Kota Palu dikenal sebagai kota industri sehingga membutuhkan suplai solar yang stabil.
Ia menduga, maraknya mafia BBM yang menjual solar ke industri menjadi alasan ketatnya pengawasan, bahkan juga di beberapa kabupaten lain. Oleh karena itu, pihaknya meminta dukungan pemerintah untuk mengajukan tambahan kuota BBM, terutama solar, sesuai dengan realisasi kebutuhan tahun sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Sulteng, Anwar Hafid menyampaikan bahwa pihaknya telah lebih dulu melakukan langkah strategis dengan menemui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) di Jakarta. Salah satu hasil pertemuan tersebut, adalah janji dari BPH Migas untuk membangun Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kabupaten Poso.
“Kami sudah menghadap langsung ke BPH Migas, dan mereka sudah berkomitmen untuk bangun SPPBE di Poso. Ini langkah awal untuk memperkuat infrastruktur distribusi energi kita,” ujar Anwar.
Ia juga menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi yang intens antara Hiswana Migas bersama Pemerintah Daerah. Anwar menilai selama ini lobi dan advokasi dari daerah masih kurang maksimal, terutama ke Kementerian ESDM dan BPH Migas. Padahal, dengan pendekatan yang tepat, peluang untuk mendapatkan tambahan kuota dan peningkatan fasilitas sangat terbuka.
“Kita harus membangun komunikasi yang terbuka dan saling dukung. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri, begitu pun sektor swasta. Ini saatnya duduk bersama memperjuangkan kebutuhan energi rakyat Sulteng,” tegas Anwar. */ABS