Siapa bilang wartawan terbiasa kerja di bawah tekanan. Ternyata masih ada yang harus mengalami ‘pahitnya’ kerja di bawah tekanan. Uji Kompetensi Wartawan yang baru saja berakhir, menyisakan ‘cerita pahit’ dari beberapa pewarta yang menghadapi tim penguji.
MOHAMMAD MISBACHUDIN/WARTAWAN MERCUSUAR
Suasana terasa hening di salah satu ruang pertemuan di sebuah hotel. Beberapa meja bundar diisi lima hingga enam orang tang terlihat tegang dan sedikit khawatir.
Tampak dari beberapa wajah yang duduk mengitari meja bundar, sesekali ada yang mengusap keringatnya, di tengah suhu ruangan 16 derajat. Orang-orang itu tidak sedang demam atau malaria, tetapi tengah ditekan tim penguji yang terus mengingatkan waktu yang digunakan hampir habis.
Dian, asal Kabupaten Morowali, sesekali menyembunyikan rasa tegangnya sembari menulis tugas yang diberikan oleh tim penguji. Namun, dia tidak bisa lagi menyembunyikan semuanya, ketika tim penguji mengatakan kalau nilai yang diberikan tidak boleh di bawah 70.
“Aduh, saya rasa nilaiku tidak ada yang bagus, Pak. Tadi beberapa kali penguji minta saya mengoreksi hasil kerjaku,” ungkapnya dengan nada gemetar.
Tidak jauh berbeda dengan Teguh, dari Kabupaten Poso, beberapa kali menghapus ketikan di ponselnya, karena merasa tidak yakin dengan hasil jawabannya. Bahkan wartawan dari posonews.id itu salah menempelkan kertas jawabannya dengan lembaran ujian.
“Saya rasa seperti tidak bisa menjawab semuanya, apalagi pas dibilang waktu tinggal lima menit, sementara ketikan selalu salah,” ungkap pria berambut gondrong itu.
Keduanya merupakan peserta Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulteng bekerja sama dengan Forum Humas BUMN, di salah satu hotel di Palu, Sabtu—Minggu (25—26/5/2024).
Rasa tegang dengan mulut terasa kering dan pahit yang dirasakan oleh kedua peserta jenjang kompetensi Wartawan Muda itu, mungkin adalah hal yang wajar. Karena masih merasa pemula (rookie) dalam proses uji kompetensi. Apalagi dibayangi dengan rasa khawatir kalau tidak lulus.
Ternyata, rasa tegang itu juga menjalar di kelompok level ‘sabuk hijau’ atau peserta di jenjang kompetensi Wartawan Madya. Bahkan, ada yang tidak berselera mencicipi makanan hotel, kudapan, atau apapun yang disiapkan oleh pihak hotel.
“Bagaimana mo dimakan, torang sibuk urus tugas sampai selesai, waktu yang dikase te banyak. Belum tegang, kalau te lulus,” beber Firmansyah, salah seorang peserta jenjang madya dari Kota Palu.
Muslik, peserta jenjang madya lainnya, mengungkapkan perasaannya secara gamblang dan jujur di hadapan peserta lainnya, saat diberikan kesempatan dalam momen kesan dan pesan peserta UKW, pada penutupan kegiatan.
“Jangan ditanya bagaimana tegangnya kita. Saya saja hampir tidak ada selera makan di hari pertama. Malahan di hari kedua, kenapa tambah parah,” ujar Muslik, yang disambut gelak tawa peserta UKW lainnya.
Namun, saat diperlihatkan nilainya oleh tim penguji, baru Muslik merasa selera makannya kembali normal, karena yakin hasilnya cukup memuaskan.
“Memang materi uji untuk tingkat madya, levelnya di atas materi uji untuk yang muda. Di dalamnya adalah ujian menjadi Redaktur, simulasi memimpin rapat redaksi, dan menulis feature,” urai salah seorang tim penguji, Temu Sutrisno.
Ketegangan pun berakhir. Pada UKW angkatan ke-13 PWI Sulteng, dan 723 di level pusat itu, sebanyak 22 orang wartawan dinyatakan berkompeten. ***