SIGI, MERCUSUAR – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Tadulako (Untad) melatih petani di Desa Langaleso Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi untuk membuat aneka pangan berbahan baku daging itik petelur yang sudah tidak produktif (afkir), baru-baru ini.
Tim pengabdi terdiri dari Prof. Rusdi, M.Agr. Ph.D. sebagai Ketua Tim, dengan anggota Prof. Dr. Ir. Asriani Hasanuddin, M.S., IPM, Dr. Ir. Minarny Gobel, M.Si, dan Dr. Ir. Fatmawati, MP., IPM.ASEAN Eng.
Ketua tim pelaksana, Prof Rusdi mengatakan daging itik dapat diperoleh dari itik petelur yang sudah tidak berproduksi lagi, atau berasal dari itik pejantan yang sudah tua. Pada umumnya, itik tersebut mempunyai daging yang alot dan keras.
Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa dan pengurus kelompok petani perempuan di Desa Langaleso, lanjut dia, didapatkan berbagai macam persoalan, di antaranya kurangnya pengetahuan mengenai pengolahan bahan pangan berbahan baku daging itik, yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga serta memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Menurutnya, luaran yang dihasilkan sesuai target dari kegiatan itu, yakni keterampilan perempuan mitra dalam alih teknologi pembuatan aneka pangan berbahan baku daging itik afkir, serta info lewat media.
Sementara kelompok sasaran pada kegiatan pengabdian masyarakat adalah kelompok usaha ternak itik, yang pesertanya sebanyak 30 orang. Bentuk kegiatan yang telah dilakukan, adalah realisasi program pengabdian ini meliputi sosialisasi, survei lapangan, pelatihan dan demonstrasi pembuatan produk, serta evaluasi hasil.
Hasil yang dicapai, kata Rusdi, terjadinya transfer ilmu pengetahuan tentang pembuatan aneka pangan fungsional berbahan baku daging itik. Hal yang telah dilakukan di hadapan peserta adalah pelatihan pembuatan bakso daging itik serta nugget.
Rusdi juga menjelaskan, terpilihnya Desa Langaleso sebagai lokasi penerapan pengabdian karena umumnya masyarakat berprofesi sebagai buruh tani, peternak dan petani. Jenis komoditas utama yang berada di Langaleso, kata Rusdi, di antaranya jagung, pisang, kakao, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Namun, sejak bencana gempa bumi dan likuefaksi yang terjadi pada tahun 2018 menyebabkan sarana pengairan rusak total, lahan hilang, tanah gersang, lahan pertanian berkurang, sehingga sebagian besar warga beralih jadi buruh serabutan, termasuk peralihan dari petani menjadi peternak. Kondisi itu menyebabkan bidang peternakan lebih potensial untuk dikembangkan dibanding bercocok tanam.
Alasan lain, lanjut dia, para perempuan di Desa Langaleso tidak memiliki kegiatan yang dapat membantu meningkatkan atau mengurangi tingkat kemiskinan yang ada pascabencana.
Untuk mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, usaha yang dilakukan pemerintah dengan menyalurkan bantuan untuk mengembangkan ternak, sehingga beberapa kelompok masyarakat telah mendapat bantuan berupa ternak itik dan kambing untuk dipelihara dan diternakkan.
Namun, yang menjadi permasalahan, kata Rusdi, para peternak itik belum ada inisiatif untuk memanfaatkan daging itiknya yang sudah afkir, sehingga harga jual akan jatuh atau murah.
“Pada umumnya, daging itik merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama dengan daging ayam, akan tetapi pemanfaatan itik afkir ini belum disukai karena daging itik ini mempunyai bau yang khas, serta tekstur kasar dan alot, sehingga memerlukan penanganan tersendiri,” ujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, menurutnya, pembinaan keterampilan kaum wanita wirausaha, selain secara ekonomi dapat memberikan pendapatan bagi kehidupan yang layak, dari segi sosial-kultural juga dapat memberikan pembelajaran mental yang kuat bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan.
Rusdi menuturkan, pengolahan daging itik afkir dengan berbagai macam olahan pangan fungsional, merupakan salah satu usaha yang dapat dijadikan sumber pendapatan di Desa Langaleso, khususnya bagi kaum perempuan. Pada umumnya, kata dia, para perempuan kesulitan mengolah daging itik afkir, disebabkan karena daging alot, sehingga sangat jarang untuk mendapatkan konsumen, serta daging itik masih belum familiar di kalangan konsumen yang belum terbiasa.
Salah satu upaya mendukung Pemerintah Provinsi Sulteng dalam menyukseskan program pengentasan kemiskinan di Sigi, kata Rusdi, adalah melalui pembuatan aneka pangan fungsional berbahan baku daging itik afkir.
Berdasarkan hal tersebut, tim Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) dari Untad bekerja sama dengan kelompok Usaha Ternak Itik Desa Langaleso Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi berupaya membantu menyukseskan program pelatihan pembuatan ‘Aneka Pangan’.
Berdasarkan analisis situasi, maka LPPM Untad melakukan pengabdian masyarakat dengan judul ‘Pengentasan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dengan Pelatihan Pembuatan Aneka Pangan Fungsional Berbahan Baku Daging Itik Afkir pada Kelompok Petani di Desa Langaleso’.
Beberapa hal yang telah dilakukan adalah sosialisasi kepada pemerintahan setempat, terutama kepada aparat desa dan kelompok masyarakat yang akan dilakukan penerapan teknologi. Sehingga, target yang akan dicapai di antaranya peningkatan skill sumber daya manusia (SDM) kelompok masyarakat dalam pengenalan dan pengolahan daging itik afkir, inovasi teknologi di Untad dapat tersosialisasi ke masyarakat sasaran, dan pengembangan wirausaha kelompok masyarakat sasaran baik yang menggeluti pemeliharaan ternak itik. TIN