Tanpa e-STDB, Komoditas Perkebunan Terancam Tersisih

Lokakarya Akselerasi STDB dan Training of Trainer e-STDB Provinsi Sulteng, di salah satu hotel di Palu, Rabu (7/5/2025). FOTO: IST.

PALU, MERCUSUAR – Kepala Bidang Produksi dan Perlindungan Tanaman Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Sulteng, Simpra Tajang menegaskan penerbitan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya melalui sistem elektronik (e-STDB) merupakan syarat mutlak, untuk mewujudkan perkebunan berkelanjutan dan menjadi prasyarat memasuki pasar global.

“Penerapan e-STDB mutlak berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2024, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, serta Surat Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 37 Tahun 2024 mengenai pedoman penerbitan STDB,” ujarnya saat membuka Lokakarya Akselerasi STDB dan Training of Trainer e-STDB Provinsi Sulteng, di salah satu hotel di Palu, Rabu (7/5/2025).

Simpra mengungkapkan bahwa salah satu tantangan utama dalam penerbitan e-STDB adalah persoalan legalitas kepemilikan lahan. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah kabupaten dan mitra pembangunan seperti JB Cocoa, Olam Food Indonesia, Mars Indonesia, Mondelez, Guan Chong Berhad, Cargill, Koltiva, dan SNV, untuk turut serta membantu petani kakao di Sulteng.

“Kita perlu berjalan bersama membantu petani, terutama mereka yang menjadi binaan mitra pembangunan dan telah memiliki skema off-taker. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri,” tegasnya.

Senada dengan itu, Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Haris Darmawan menambahkan bahwa e-STDB menjadi syarat krusial dalam memenuhi tuntutan pasar global yang semakin ketat.

“Komoditas perkebunan harus memiliki ketelusuran asal bahan baku dari wilayah yang bebas deforestasi dan degradasi hutan,” ujar Haris.

Perwakilan WRI Indonesia, Rostanto Suprapto menjelaskan bahwa lokakarya tersebut bertujuan memberikan pemahaman teknis tentang penggunaan sistem informasi e-STDB kepada para pemangku kepentingan, termasuk OPD bidang perkebunan, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta pelaku usaha dan mitra pembangunan di Sulteng.

Kegiatan itu juga menjadi wadah konsultasi teknis terkait kendala input data registrasi hingga penerbitan STDB, serta menghubungkan data pekebun dari kabupaten sentra kopi, kakao, dan sawit ke dalam platform e-STDB mitra GIZ dan sumber Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit.

Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis dalam pembangunan pertanian nasional. Di Sulteng, sektor ini didominasi oleh komoditas kelapa sawit, kopi, dan kakao, yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah.

Khusus untuk Kabupaten Sigi, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Rahmad Iqbal Nurkhalish B. Aly mencatat bahwa dari sekitar 28.000 hektare lahan kakao, baru 500 pekebun yang telah memiliki STDB. Pihaknya menargetkan penerbitan 1.000 hingga 1.500 STDB pada tahun 2025.

Namun, ia menegaskan bahwa pencapaian target tersebut tidak bisa dicapai tanpa kolaborasi dengan pihak swasta.

“Korporasi memiliki ribuan pekebun binaan lengkap dengan data luasan lahan. Sinergi antara pemerintah dan sektor swasta sangat dibutuhkan untuk mempercepat penerbitan STDB,” pungkas Rahmad. TIN

Pos terkait