TALISE, MERCUSUAR – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggugat Menteri ESDM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, terkait penerbitan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan tentang Izin Operasi PT. Citra Palu Mineral (PT. CPM), 27 Februari lalu. Pada 25 Juli 2018, proses sidang memasuki sidang yang ke 12, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Ir Sahrial Syuandi MM, selaku General Manager PT. Citra Palu Mineral, yang dalam perkara ini sebagai tergugat intervensi.
Dalam proses persidangan, saksi menjelaskan tidak mengetahui terkait dengan aktivitas perusahaan Madas, Panca Logam, Dinamika Reka Geoteknik, Mahakam dan Indo Asia Kimia dalam wilayah pertambangannya tersebut. Saksi juga membantah mengetahui (melihat, mendengar maupun membaca dari media), telah terjadi pencemaran lingkungan di wilayah kontrak karyanya, baik terkait pencemaran oleh merkuri, sianida dan aktifitas pembukaan lahan dalam kawasan hutan. Hal ini dikarenakan, saksi tidak berada di lapangan dan hanya menerima laporan hasil pengkajian dari tim dan stafnya di lapangan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tengah, Abd Haris, Jumat (27/7/2018) mengatakan, selaku General Manager PT. Citra Palu Mineral, tidak masuk akal jika tidak Ir Syahrial mengetahui aktivitas di dalam Kontrak Karya tersebut. Dari fakta persidangan menunjukkan, perusahaan tidak memiliki sistem pengawasan dan lepas dari tanggungjawab terhadap risiko-risiko, baik lingkungan maupun sosial, yang dihasilkan dari praktik bisnis, yang mengabaikan lingkungan hidup, keselamatan masyarakat dan hak asasi manusia.
Namun ketika ditanyakan MoU antara UPTD Tahura, PT. Dinamika Reka Geotehnik (DRG) dan PT. Citra Palu Mineral, barulah saksi mengakui, ada nama perusahaan DRG yang melakukan operasi di atas, namun dengan status melakukan rehabilitasi bekas tambang, bukan pertambangan. Kesaksian ini bertolak belakang dengan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang menemukan penambangan telah terjadi di lokasi PT CPM dengan luasan kurang lebih 42,3 Ha 3,6 Ha, di antaranya digunakan untuk perendaman dengan menggunakan sianida.
Selain itu, penambangan juga berada di dalam kawasan hutan. Artinya, diduga bahwa PT. DRG telah melakukan aktifitas pertambangan illegal di wilayah Poboya. Sehingga ini adalah perbuatan/kejahatan terhadap lingkungan hidup yang diduga melibatkan PT. CPM dan Unit Pelaksana Teknis Tahura.
Seperti yang dijelaskan dalam bukti pada persidangan tanggal 4 Juli dan 25 Juli 2018 bahwa di wilayah Poboya, terdapat aktifitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan CPM.
Saat ini proses persidangan sudah berlangsung 12 kali. Walhi menghadirkan tiga orang saksi dari warga masyarakat dan PDAM Palu. Warga masyarakat ini yang terdampak oleh penambangan yang dilakukan di blok Poboya dan PDAM Palu, yang akan mengalami kesulitan, karena satu-satunya sumber air PDAM Kota Palu berasal dari Poboya.
Dari fakta persidangan dan juga fakta di lapangan, Walhi semakin kuat berkeyakinan, bahwa izin yang dikeluarkan oleh Menteri ESDM semakin mengancam keselamatan rakyat dan lingkungan hidup, serta semakin mempercepat laju bencana ekologis. Karenanya, Walhi berharap Majelis Hakim dapat berpihak pada keadilan ekologis dengan mencabut izin operasi PT. Citra Palu Mineral (PT. CPM), karena Tahura Poboya adalah rimba terakhir menjadi benteng kehidupan bagi warga kota Palu dan sekitarnya, yang harus diselamatkan. JEF/*