7 Lagu Hasan Bahasyuan Dirilis Ulang dalam Format Modern

Palu, MERCUSAR – LUAR biasa. Sejumlah anak mudaberusaha mengangkat kembali nama maestro Sulawesi Tengah yang mulai tenggelam. Mereka berupaya untuk merilis ulang tujuh lagu karya maestro budaya Sulawesi Tengah, Hasan Bahasyuan dalam format modern oleh band asal Kota Palu, The Mangge.

Peluncuran ini diumumkan dalam konferensi pers bertajuk A(R)tribute Kick Off 7 Lagu Hasan Bahasyuan yang digelar di Renjana Kampung Nelayan Cafe, Selasa (10/6/2025) petang.

Tujuh lagu yang akan diproduksi ulang antara lain Palu Ngataku, Randa Ntovea, Kaili Kana Ku Tora, Putri Balantak, Posisani, Poiri Ngoviana, dan Salandoa.

Proyek ini merupakan inisiatif Hasan Bahasyuan Institut untuk menghidupkan kembali warisan budaya daerah dalam format yang lebih relevan bagi generasi masa kini.

“Kami atas nama keluarga besar dan atas nama lembaga berterima kasih kepada semua pihak terutama kepada Fathur Razaq sudah mensupport kegiatan ini. Ini sebuah gerakan untuk menjadikan warisan budaya sebagai bagian dari diplomasi kreatif Indonesia,” ujar Direktur Hasan Bahasyuan Institut, Zul Fikar Usman.

Menurut Zul Fikar, karya Hasan Bahasyuan memiliki nilai kearifan lokal yang bersifat universal dan layak untuk dikenalkan lebih luas melalui pendekatan musik modern.

Sementara itu, personel The Mangge, Rian Fauzi, mengungkapkan kebanggaannya bisa membawakan kembali karya-karya Hasan Bahasyuan.

“Ini bentuk penghormatan bagi kami bisa merekam kembali lagu beliau. Kami belajar dari Hasan Bahasyuan, bagaimana kita tidak hanya bermusik tetapi membawa spirit kebudayaan di dalamnya,” jelas Rian.

Rian menambahkan, lagu-lagu tersebut akan dibawakan dalam genre universal agar dapat menjangkau pendengar lintas generasi dan budaya.

Hasan Bahasyuan merupakan seniman kelahiran Parigi, 12 Januari 1930. Ia memulai karier keseniannya sejak usia muda dan aktif di berbagai kelompok musik, termasuk musik bambu, Hawaiian Band, dan orkes keroncong.

Ia juga dikenal sebagai pelatih tari daerah dan pemimpin band di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tengah.

Peluncuran ulang karya-karya ini diharapkan menjadi langkah penting dalam menjaga eksistensi lagu daerah dan memperkenalkannya kepada generasi muda.

Hasan Muhammad Bahasyuan merupakan maestro legendaris dimiliki oleh Sulawesi Tengah (Sulteng). Ratusan hasil karya seni tari, lagu dilahirkan dari kreasi dan kreatifitasnya menjadi maha karya.

Karyanya tidak lekang oleh zaman. Tidak sedikit hasil karyanya dibawakan oleh individu atau komunitas tanpa menyebut Hasan M Bahasyuan sebagai penciptanya, padahal di sinilah letak nilai moralnya.

Karya-karyanya juga mampu mewakili identitas kultural masyarakat Sulteng. Penghargaan tinggi terhadap nilai pluralitas dan kemajemukan budaya, nilai edukasi kultural serta kebanggan terhadap tradisi lokal, menjadi esensi dalam karyanya. Sehingga dapat diterima oleh masyarakat Sulteng beragam secara etnis dan kultur.

Sebagai bentuk tanggung jawab atas karya-karyanya, Hasan Bahasyuan Institute (HBI) sebelumnya menggelar ” a (R) tribute to Hasan Bahasyuan berupa pertunjukan musik, tarian dan pameran foto di Convetion Hall Hotel Santika Palu Selasa (26/11) malam.

“Karyanya sangat banyak, ratusan, ada bukunya, tapi sengaja kami angkat yang populer sebagai pengingat kembali. Biasanya karya besar itu, namanya itu tersembunyi dari karya besarnya,” kata Direktur Eksekutif HBI Zulfikar Usman.

Zul mengatakan, gelar mahakarya dibuat merupakan agenda dua atau tiga tahunan dari HBI. Tentunya juga dengan konsep yang berbeda.

“Gelar mahakarya ini juga merupakan satu bentuk penghormatan dan bentuk apresiasi untuk Hasan Bahasyuan seorang seniman yang telah berperan besar dalam membentuk wajah seni Sulteng,” ujar istri dari Syaiful Bahri anak semata wayang alamarhum Hasan M. Bahasyuan.

Zul mengatakan derasnya arus globalisasi, karyanya itu tepat menunjukkan betapa pentingnya menjaga jati diri dan identitas di daerah lokal.

“Kami berkomitmen untuk terus mencarikan, mengembangkan dan men-advokasi karya-karya beliau. Karya-karyanya sebanyak ratusan, baru sempat didaftarkan di Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk mendapatkan perlindungan, ada 60 karya, 51 lagu, dan sekitar 11 tarian,” kata Zul.MAN

Pos terkait