Kepala Daerah Teken Kesepahaman Perlindungan PMI

PALU, MERCUSUAR – Sejumlah Kepala Daerah di Sulteng meneken nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait tata kelola perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarga di Provinsi Sulteng, bersama Menteri Perlindungan PMI/Kepala Badan Perlindungan PMI (BP2MI) RI, Abdul Kadir Karding, di Palu, Selasa (10/6/2025).

Para Kepala Daerah yang meneken MoU masing-masing Gubernur Sulteng, Dr. H. Anwar Hafid, Wakil Bupati Parigi Moutong (Parmout), Abdul Sahid, Wakil Bupati Poso, Suharto Kandar, Bupati Sigi, Moh. Rizal Intjenae, Bupati Donggala, Vera Elena Laruni, dan Wali Kota Palu yang diwakili Sekretaris Kota Palu, Irmayanti Pettalolo.

Pada kesempatan itu, para Kepala Daerah beserta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) mendeklarasikan bersama pencegahan PMI Ilegal dan anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Deklarasi dipimpin langsung oleh Kapolda Sulteng, Irjen Pol. Dr. Agus Nugroho.

Kegiatan di Gelora Bumi Kaktus (GBK) Andi Raga Pettalolo itu, turut diikuti ribuan pelajar SMK dan mahasiswa di Kota Palu. Selain itu, hadir para Camat, Kepala Desa dan Lurah dari berbagai kabupaten/kota.

Menteri P2MI, Abdul Kadir Karding menyampaikan pandangan Presiden RI, Prabowo Subianto yang menyebut ada dua sisi utama terkait pekerja migran. Isu yang pertama, faktanya adalah masih banyak PMI yang mengalami kekerasan, ekploitasi dan perlakuan tidak adil di luar negeri.

“Bahkan banyak yang terjerumus ke dalam tindakan perdagangan orang, ini satu poin yang menjadi PR Kementerian,” kata Kadir.

Isu kedua, lanjutnya, PMI merupakan salah satu solusi bagi pengurangan kemiskinan di desa dan daerah. Solusi terhadap pengurangan pengangguran, serta terhadap penguatan ekonomi daerah. Kadir mengungkapkan hasil remitansi PMI pada tahun 2024 adalah sebesar Rp253,3 triliun.

“Ini adalah devisa terbesar kedua bagi negara setelah migas,” imbuhnya.

Kadir menyebut, faktor utama para pekerja migran yang mengalami kekerasan atau terjerumus dalam TPPO, berdasarkan data sebanyak 95—97 persen adalah yang berangkat secara nonprosedural atau ilegal. Salah satunya berangkat menggunakan jasa calo. Hal itu, kata Menteri asal Kabupaten Donggala ini, menjadi rawan karena tidak terdaftar dan terdata oleh negara.

“Kalau seseorang bekerja tidak terdata, maka siapa yang mengirimnya, alamat bekerja di mana, pekerjaannya apa, kontrak kerja dan asuransinya seperti apa tidak ada yang tahu. Kita tahunya kalau sudah jadi viral di media sosial,” tuturnya.

“Mereka berangkat kita tidak tahu, tetapi kalau ada apa-apa harus kita bela. Karena prinsipnya, semua warga negara harus dilindungi, suka tidak suka kita harus membela mereka. Dengan syarat, ke depan kita harus mengurangi pemberangkatan dengan model-model secara ilegal,” tegas Kadir.

Selain itu, yang menjadi perhatian Kementerian P2MI, lanjut Kadir, adalah faktor keterampilan. Ia mengungkapkan, sebanyak sekira 5 juta lebih PMI yang prosedural, serta 5 juta lainnya yang nonprosedural di lebih dari 100 negara, rata-rata berpendidikan tamatan SD hingga SMP.

Dari jumlah tersebut, 80 persen bekerja di sektor domestik atau rumah tangga. Sementara 73 persen di antaranya adalah perempuan.

Oleh karena itu, Kadir menyerukan kepada seluruh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan, bahkan para pimpinan perguruan tinggi dan sekolah, untuk bersama-sama menyosialisasikan upaya mengentaskan pemberangkatan PMI secara ilegal.

“Tolong bantu kami, untuk menyosialisasikan agar orang berangkat ke luar negeri secara prosedural, memiliki kompetensi, dan memiliki mental yang baik. Itu yang penting,” tandas Kadir. IEA

Pos terkait